A. Pendahuluan
Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa perkembangan ICT (information
communication and technology) telah menciptakan tradisi dan budaya baru
dalam peradaban umat manusia. Perubahan tersebut lebih dahsyat ketimbang dengan
perubahan dari era pertanian menjadi era industri. ICT dapat menjadikan dunia
maya menjadi nyata dihadapan kita. Dengan hanya termenung di depan computer,
kita dapat membuka dunia cakrawala yang sangat luas.
Perkembangan ICT ini juga berpengaruh terhadap dunia pendidikan.
Paradigma pendidikan yang semula berbasis tradisional dengan mengandalkan tatap
muka, sekarang dengan adanya sentuhan dunia teknologi dan informasi beralih
menjadi system pendidikan yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Pendidikan
Terbuka dan Jarak Jauh (Open and Distance Learning) merupakan dampak
dari perkembangan ICT. Hal ini disebabkan karena tidak semua lapisan masyarakat
dapat mengakses pendidikan dengan cara-cara konvensional.
Ada beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi pendidikan terbuka dan
jarak jauh di Indonesia, yaitu 1) factor geografis, 2) pertumbuhan dan
persebaran penduduk, 3) tantangan globalisasi, 4) peningkatan kualitas sumber
daya manusia, dan 5) perkembangan teknologi informasi.[1]
Permasalahannya sekarang, pendidikan
terbuka dan jarak jauh mensyaratkan pelakunya baik institusi maupun peserta
didiknya untuk memiliki infrastruktur yang dibutuhkan. Persiapan dan
perencanaan program lengkap dengan perangkatnya memerlukan waktu dan biaya yang
cukup banyak. Selain itu, kondisi geografis yang berbeda-beda juga mempengaruhi
pembelajaran model ini, karena seperti yang kita ketahui bahwa banyak
daerah-daerah dipedalaman yang tidak dapat mengakses internet secara cepat dan
tepat, menurut asumsi penulis, PTJJ justru akan malah menyebabkan diskriminasi
dalam pemerataan pendidikan yang seharusnya menjadi landasan dalam
penyelenggaraan PTJJ, karena terkesan hanya peserta didik dari kalangan menengah
keatas saja yang bisa belajar dan mengakses internet dengan mudah. Lalu,
bagaimanakah sebenarnya konsep pendidikan terbuka/jarak jauh? Dan bagaimanakah
peluang dan tantangannya di Indonesia?
B. Pembelajaran Terbuka dan Jarak Jauh
Secara sederhana Pembelajaran Terbuka dan
Jarak Jauh (PTJJ) atau open and distance learning adalah pembelajaran
yang dilaksanakan secara terpisah antara guru dan murid atau antara dosen
dengan mahasiswa.
Ada beberapa pengertian tentang open
learning/education dan distance learning/education. Siahaan
mengatakan bahwa open learning adalah system pendidikan yang tidak
mensyaratkan adanya pembatasan usia, pengalaman pendidikan sebelumnya, masa
belajar dll.[2]
Sedangkan menurut Preeton dan Creed
dalam Braedly, Daniel, Jung, Prawiladilaga serta Franklin, mereka memiliki
perspektif yang sama tentang distance learning/education, yakni suatu
bentuk penyelenggaraan pendidikan dimana antara guru dan murid tidak bertatap
muka seperti pendidikan konvensional, melainkan dipisahkan oleh jarak dan
waktu.[3]
Dari uraian tersebut, jelas terdapat
perbedaan antara pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh. Namun, dalam
perkembangannya, istilah pendidikan terbuka dan jarak jauh sering disejajarkan
artinya. Misalnya dalam berbagai jurnal dan buku istilah pendidikan terbuka dan
jarak jauh sering disingkat dengan PTJJ.
Walaupun
konsep pendidikan terbuka telah didengungkan dan dimasyarakatkan, belum ada
penyelenggaraan PJJ yang seratus persen terbuka. Pada prakteknya, kebanyakan
institusi yang menawarkan program PJJ masih tetap memberlakukan aturan yang
mengurangi keterbukaan, terutama apabila institusi tersebut memberikan
akreditasi bagi lulusannya. Sistem PJJ ini dapat ditingkatkan keterbukaannya
dengan merancang sistem pembelajaran secara lebih fleksibel, seperti misalnya
melalui: tiga cara berikut ini.[4]
1.
Open
entry – open exit system: artinya
setiap individu boleh memulai dan menyelesaikan proses pendidikannya kapan saja
sesuai dengan kondisi masing-masing.
2.
No
selection criteria: artinya setiap
orang yang mendaftar akan diterima sepanjang
mempunyai kualifikasi dasar minimal yang dapat menunjang proses pendidikan yang
diikutinya. Misalnya, tidak ada batas usia, tidak ada batas tahun ijazah
terakhir.
3.
Open
Registration System: artinya
setiap individu boleh melakukan registrasi secara terbuka, apakah untuk suatu
program penuh (seperti program sertifikat, diploma, ataupun sarjana) atau untuk
mata kuliah tertentu saja. Sistem registrasi terbuka ini juga
harus memungkinkan mahasiswa menabung kredit matakuliahnya sehingga jika mau
suatu waktu dapat diakumulasikan untuk suatu program utuh.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk
menjelaskan pendidikan terbuka/jarak jauh, diantaranya pendidikan korespondensi
(correspondence course), belajar mandiri (independent learning),
kampus maya (virtual campus), belajar melalui internet (internet
based learning), online learning dan e-learning.
Dalam perkembangannya, PTJJ telah mengalami
berbagai perubahan dalam media pembelajarannya. Kegiatan melalui korespondensi
merupakan model awal PTJJ, yang memanfaatkan jasa layanan pos sebagai pola
interaksinya. Dan pada beberapa tahun belakangan PTJJ telah memanfaatkan
teknologi berbasis internet dalam system pembelajarannya.
Sebagai suatu konsep, PTJJ memiliki
beberapa karakteristik, diantaranya:
a. Peserta didik dan pendidik terpisah oleh jarak dan waktu.
b. Materi/bahan pembelajaran dirancang secara professional dan disajikan
melalui berbagai media.
c. Ada lembaga yang merancang, mengembangkan, mengimplementasikan dan
mengevaluasi hasil-hasil yang dicapai.
d. Adanya komunikasi, interaksi antara peserta didik dan guru. Meskipun
keduanya terpisah oleh jarak, akan tetapi interaksi antara peserta didik dan
guru tetap diperlukan, misalnya melalui surat, facsimile, telepon, internet
atau teleconference.[5]
Porter mendeskripsikan perbedaan antara
pendidikan terbuka/jarak jauh dengan pendidikan konvensional sebagai berikut:
Teachers/Facilitators
|
Online
|
On-site
|
·
Professionals in other fields (not professional
educators).
·
Part time educators
·
Full time educators
·
Vendors/corporation
·
Automation
|
·
Visiting professionals from another fields or within
education
·
Part time educators
·
Full time educators
|
|
Delivery (Communication/Presentation) Technologies
|
·
Course web site
·
CD
·
E-mail
·
Bulletin Board
·
Teleconference
·
Chat
|
·
course web site
·
CD
·
Email
·
Bulletin board
·
Whiteboard
·
Non computerized technologies, overheads, handouts
etc
·
Face to face lecture or discussion
|
Human touch in delivery/presentation
|
·
Teacher (e.g, chat, email, teleconference)
·
Other students (e.g, groups, communities,
individuals)
·
Subject matter expert
|
·
Teacher (e.g, face to face interaction, chat, email)
·
Other students (e.g, groups, communities,
individuals)
·
Subject matter expert
|
Type of communication
|
Mostly asynchronous
|
Mostly synchronous
|
Type of classroom
|
·
Web site
·
Other web site/internet links
·
Field trips at individual’s discretion
|
·
Campus classroom, lab etc.
·
We site
·
Internet links
·
Field trips
|
Time commitments for students
|
Time intensive—individual work, plus electronic response time
|
Increase with more online requirements—may or may not be as time
intensive outside of face to face calss sessions
|
Time commitment for teachers/developers
|
·
Time intensive to develop materials
·
Time intensive to respond electronically to email,
grade assignments, post feedback etc.
·
Less face to face interaction
|
·
Time intensive to develop materials
·
Less electronic response time
·
More face to face interaction
|
Source: Porter: 2004:19
Jika kita amati lebih jauh, akan terdapat
beberapa komponen dalam pendidikan terbuka/jarak jauh, diantaranya:
a. Peserta didik. Tujuan peserta didik mengikuti program pendidikan
terbuka/jarak jauh antara lain ingin mendapatkan ijazah, mengisi waktu, hiburan
atau tertarik dengan programnya.
b. Materi Pembelajaran. Materi pembelajaran dirancang khusus untuk
keperluan system pembelajaran system jarak jauh sesuai kebutuhan peserta didik.
Materi pembelajaran disusun sedemikian rupa agar mudah dipelajari tanpa perlu
banyak mengharapkan bantuan orang lain.
c. Pembimbing, Tutor/fasilitator. Tugas pembimbing, tutor dan fasilitator
adalah memberikan bantuan kepada peserta didik seaktu-waktu secara berkala
ketika peserta didik menghadapi kesulitan dalam mengerjakan tugas, latihan
maupun soal. Bantuan yang diberikan berupa bimbingan untuk memahami
materi-materi yang diberikan agar peserta didik bisa mencapai hasil yang
optimal.
d. Tempat belajar. Berbeda dengan kelas konvensional yang wajib datang ke
sekolah setiap hari, peserta didik PTJJ dapat belajar dimana saja dan kapan
saja. Tempat untuk pertemuan dengan pembimbing pun bisa diatur dengan memilih
tempat yang nyaman untuk belajar.
e. System Evaluasi. Untuk menentukan apakah peserta didik telah menguasai
materi atau belum, mereka harus mengajukan diri kepada pembimbing untuk diuji.
Selain itu mereka juga bisa melakukan tes secara mandiri (self
test/evaluation), yakni mengerjakan soal sendiri tanpa pengawasan.[6]
Pembelajaran jarak jauh disebut
pembelajaran system terbuka, karena memberikan kesempatan kepada siapapun untuk
belajar. Disamping itu peraturan yang diberlakukan pun tidak seketat dengan
yang ada dikelas konvensional. Namun, meskipun demikian, penyelenggara PTJJ
harus mempunyai prinsip-prinsip tentang system PTJJ, diantaranya:
a. Tujuan yang jelas. Perumusan tujuan harus jelas, spesifik, terukur dan
teramati untuk mengubah perilaku peserta didik.
b. Relevan dengan kebutuhan. Artinya program PTJJ harus sesuai dengan
kebutuhan peserta didik, masyarakat, dunia kerja atau lembaga pendidikan.
c. Mutu pendidikan. Pengembangan program PTJJ merupakan upaya meningkatkan
mutu pendidikan yang ditandai dengan proses pembelajaran yang lebih aktif atau
mutu lulusan yang lebih produktif.
d. Pemerataan. Hal ini berkaitan
dengan perluasan kesempatan belajar untuk siapa saja.
e. Kemandirian. Kemandirian baik dalam pengelolaan, pembiayaan, maupun
dalam kegiatan belajar.
f. Berkesinambungan. Penyelenggaraan PTJJ tidak bersifat incidental dan
sementara, tetapi dikembangkan secara berkelanjut dan terus menerus.[7]
Pendayagunaan ICT dalam program PTJJ
merupakan salah satu sarana/prasarana yang penting guna lebih memperlancar
system komunikasi informasi. Peran ICT beserta infrastrukturnya dalam PTJJ
adalah untuk menyajikan materi pembelajaran dan menyediakan sarana komunikasi
atau interaksi antara peserta didik dengan guru.[8]
ICT yang digunakan dalam PTJJ antara lain:
a. Media cetak. Media cetak merupakan teknologi pertama yang digunakan
dalam PTJJ. Media cetak dapat berupa modul, buku materi pokok, buku kerja,
panduan belajar, pamflet, brosur, peta, dan chart. Umumnya media cetak
dimanfaatkan sebagai media utama dalam pembelajaran.
b. Radio. Radio dikenal sebagai media yang sangat memasyarakat karena
harganya memiliki nilai ekonomis serta memiliki daya jangkau keseluruh pelosok
negeri. Dalam PTJJ radio juga digunakan untuk menyampaikan materi ajar. Media
radio lebih tepat digunakan untuk menyampaikan materi yang bersifat umum,
auditif dan konkrit agar mudah dipahami oleh peserta didik, mengingat durasi
dalam penyampaian materi hanya sekitar 20 menit. Namun tidak dapat dielakkan
juga bahwa radio bersifat transistory, artinya materi ajar yang
disampaikan cepat berlalu dan mudah dilupakan.
c. Televisi. Televisi dikenal
sebagai media yang sangat kaya yang mampu menyajikan gambar dan suara secara
bersamaan. Di Indonesia TVRI merupakan televisi nasional yang bertanggung jawab
untuk mencerdaskan bangsa selain untuk memberikan informasi, pendidikan dan
hiburan.[9]
Pemanfaatan televisi dalam PTJJ tidak hanya didasarkan pada kemampuannya
menyajikan informasi audio visual secara bersamaan, tetapi juga karena kemampuannya
untuk menjangkau pemirsa dalam jangkauan geografis yang relative luas. Akan
tetapi, pemanfaatan TV belum besar peranannya dalam PTJJ di Indonesia, sebab TV
bersifat pasif (tidak ada proses interaksinya), hanya sekali tayang dan
memerlukan biaya yang tinggi.
d. Media kaset, audio, video, CD, VCD. Melalui materi yang dikemas dalam
media rekaman ini, memungkinkan siswa untuk memanfaatkannya sesuai ketersediaan
waktunya.
e. Computer dan Jaringan Internet. Keterpisahan antara peserta didik dan
guru dalam proses pembelajaran bisa dijembatani oleh komputer dan jaringan
internet.[10]
Pada pembelajaran computer dalam jaringan, interaksi antara peserta didik
dengan guru lebih banyak alternatifnya.
Ada dua model dalam PTJJ, yakni single
mode dan dual mode. [11]
Single mode adalah suatu lembaga yang hanya melayani peserta didik
melalui jarak jauh saja sehingga staf akademik tidak mengalami konflik
loyalitas terhadap peserta didik konvensional dan peserta didik jarak jauh.
Model ini dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa pendekatan universitas
konvensional dalam menerapkan PTJJ tidak memadai. Pengembangan materi,
implementasi serta evaluasi sepenuhnya disesuaikan dengan peserta didik jarak
jauh. Universitas Terbuka (UT) adalah Universitas yang mengikuti single mode.
Sementara dalam dual mode terdapat siswa yang belajar secara
konvensioanl (tatap muka) dan siswa yang belajar dengan system jarak jauh. Secara
teoritis dua kelompok siswa ini memiliki pelayanan yang sama dari lembaga,
padahal kenyataannya mahasiswa konvensional memiliki akses yang lebih mudah dan
banyak ke berbagai sumber belajar dikampus.
C. Peluang dan Tantangannya
Secara filosofis, pendidikan merupakan hak
setiap anggota masyarakat. Karena itu, pemerintah mempunyai kewajiban untuk
menyelenggarakan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Proses
pendidikan tersebut tidak terbatas pada satu kalangan masyarakat saja, tetapi
harus merata keseluruh pelosok Indonesia, baik kesempatan maupun kualitasnya.
Berdasarkan hasil riset Mulyana, pendidikan
yang saat ini relative bersifat konvensional (tatap muka) menghadapi banyak
keterbatasan dan sudah tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan pendidikan
masyarakat yang tersebar luas dan semakin kompleks. Dengan semakin pesatnya
ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi ini, semakin banyak pula
kemudahan-kemudahan yang bisa diakses melalui komputerisasi. Hal ini
memungkinkan dunia pendidikan untuk memanfaatkannya dalam proses belajar mengajar
(khususnya pada program PTJJ) sehingga target yang diharapkan dapat tercapai
secara efektif.[12]
Secara eksplisit Mulyana menjelaskan bahwa diselenggarakannya PTJJ adalah upaya
untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pendidikan konvensional.
PTJJ merupakan salah satu perwujudan
demokratisasi pendidikan, yang meliputi pemberian kesempatan luas kepada setiap
individu untuk menempuh pendidikan tanpa ada pembatasan syarat masuk, jarak,
waktu serta hambatan social budaya. PTJJ memberikan peluang kepada peserta
didiknya untuk belajar secara aktif dan belajar sesuai dengan kecepatan serta
kemampuan mereka masing-masing.
Perkembangan ICT telah memusatkan perhatian
pemerintah untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Sementara dalam
dua decade terakhir, pertumbuhan pendidikan semakin besar. Banyak Negara,
termasuk Indonesia berusaha untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anak-anak
usia sekolah, dan disisi yang sama mereka juga disibukkan oleh banyaknya
permintaan pendidikan untuk para orang tua. Oleh karena itu, dengan
perkembangan ICT ini dunia pendidikan mempunyai kesempatan untuk mendesain
model pendidikannya, yaitu dengan mengembangkan model pendidikan terbuka/jarak
jauh. ICT dapat membuka cakrawala baru untuk kemajuan dan pertukaran
kreativitas serta dialog antar budaya. Bagi peserta didik, PTJJ dapat
meningkatkan akses dan fleksibilitas dalam pembelajaran. Sementara, bagi para
pekerja yang memiliki keterbatasan waktu bisa tetap melanjutkan pendidikan
untuk meningkatkan kemampuan serta ketrampilannya. Dan bagi pemerintah, PTJJ
dapat menarik kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan untuk menjangkau
pendidikan konvensional. Selain itu, melalui PTJJ pemerintah mempunyai peluang
untuk mempromosikan inovasi dan kesempatan untuk belajar sepanjang hayat.[13]
Tak dapat dipungkiri, komputerisasi pada
program PTJJ bukan saja menjadi suatu kebutuhan, akan tetapi sekaligus
merupakan suatu keharusan, baik dalam administrasi maupun dalam edukasi. Daya
dukung yang diberikan pemerintah terhadap program PTJJ telah disediakan, di
Indonesia telah banyak dibuat software pendidikan oleh pakar komputer,
misalnya: computer assisted instruction
(CAI), yang umumnya software ini sangat baik untuk keperluan remedial, intelligent
computer assited instructional (ICAL),
dapat digunakan untuk material atau konsep, Computer assisted training (CAT), computer
assisted design (CAD), computer
assisted media (CAM), dan lain-lain.
Namun, meskipun demikian hebatnya
kecanggihan ICT, permasalahan yang ditimbulkan pun cukup serius. Kesenjangan
digital menyebabkan situasi yang berlawanan antara masyarakat perkotaan yang dapat
dengan sangat mudah mengakses kebutuhan mereka melalui ICT dengan masyarakat
pedalaman atau kelompok masyarakat buta huruf yang tidak memiliki akses ke
alat-alat yang akan menjadikan mereka manusia yang berpengetahuan. Tidak semua
kalangan dapat mengikuti program PTJJ ini karena berbagai kendala. Menurut
Siahaan, ada tiga kendala yang dihadapi oleh PTJJ, yaitu peserta didik,
guru/tutor PTJJ, serta pemanfaatan teknologi dalam penyelenggaraan PTJJ.[14]
Secara keseluruhan kendala-kendala tersebut akan dideskripsikan sebagai
berikut:
Pertama, dari segi peserta didik PTJJ. Peserta
didik yang secara geografis terpencar-pencar daerahnya menyebabkan mereka sulit
untuk berinteraksi dan berkomunikasi langsung dengan pengajar. Hal ini juga
dapat menimbulkan perasaan kesendirian di kalangan peserta didik. Selain itu,
jarak juga dapat menimbulkan perbedaan penafsiran materi pembelajaran yang
disampaikan oleh guru dan pengertian yang ditangkap oleh peserta didik.
Kedua, dari segi pendidik atau instruktur. Tidak
dapat dipungkiri bahwa pemanfaatan teknologi dalam pengajaran sedikit banyak
‘merepotkan’ para guru yang belum terbiasa dengan penggunaan teknologi, sebab
mereka harus menjalani pelatihan khusus serta biaya yang dikeluarkan juga tidak
sedikit. Para guru atau instruktur sering kali merasa enggan jika dituntut
harus menggunakan teknologi disetiap pengajarannya, hal ini disebabkan karena
mereka tidak mau dibuat repot oleh tuntutan yang mengharuskan para guru untuk
memutakhirkan pengetahuan teknologi secara terus menerus kemudian secara
simultan mereka juga harus memutakhirkan materi pelajaran yang menjadi tanggung
jawabnya.
Ketiga, ketersediaan infrastruktur dan bahan-bahan
pelajaran yang dapat diakses. Bagi lembaga PTJJ maupun konvensional, menerapkan
teknologi bukan merupakan persoalan sederhana seperti membalikkan telapak
tangan. Lembaga dituntut untuk mereformasi diri, mengarahkan kembali visi dan
misi agar sanggup memanfaatkan teknologi baru secara bijaksana. Selain itu, ada
juga masalah-masalah teknis yang terjadi yang menyangkut sistem kerja
infrastruktur dan fasilitas penunjang manakala tidak segera terdeteksi dan
diatasi akan dapat berpengaruh terhadap peserta didik dalam melaksanakan
kegiatan pembelajarannya.
D. Penutup
Dari paparan sebelumnya dapat diuraikan
bahwa, pendidikan terbuka/jarak jauh membuka peluang/kesempatan kepada peserta
didik dari semua kalangan untuk melanjutkan pendidikannya. Pendidikan
terbuka/jarak jauh dapat menjamah pendidikan yang ada diluar jangkauan pendidikan
konvensional juga tidak terbatas oleh jarak dan waktu.
Namun,
disisi lain pendidikan terbuka/jarak jauh yang tidak mensyaratkan adanya proses
belajar yang intesif membutuhkan motivasi belajar yang tinggi dari peserta
didiknya. Selain itu infrastruktur yang dibutuhkan dalam pembelajaran kadang tidak
dapat dijangkau atau bahkan diakses oleh kelompok masyarakat tertentu sehingga
PTJJ tidak dapat berjalan efektif seperti pada pendidikan konvensional. Oleh
karena itu perlu ada upaya dari pemerintah untuk ‘memperkenalkan’ media ICT
khususnya komputer dan jaringannya ke seluruh pelosok negeri agar kesempatan
masyarakat untuk belajar sepanjang hayat semakin luas.
DAFTAR PUSTAKA
Belawati, T, “Sistem
pendidikan terbuka dan jarak jauh: Suatu reformasi pola pikir”, Technical
paper presented at the
Seminar Pendidikan Jarak Jauh Dalam Reformasi Pendidikan (Seminar
on Distance Education in Educational Reform), Graduation I-1999 Universitas
Terbuka. 1999.
Breadly, Jo. The Open Classroom Distance
Learning in and out of the Classroom (London:Kogan Page,2003)
Koontz, Franklin et.al. Designing Effective Online
Instruction, Oxford:Oxford University,2006.
Latchem, Collin and Insung Jung. Distance
and Blended Learning in Asia (New York:Routledge, 2010)
Mulyana, Edy dkk, “Perkembangan dan
Pemanfaatan TI dalam Penyelenggaraan PJJ” dalam Jurnal Teknologi Pendidikan,
Vol. X, No. 18 (Juni 2006)
Munir, Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi (Bandung:Alfabeta, 2008
Prawiladilaga, Dewi S. Mozaik Teknologi Pendidikan,
Jakarta:Kencana,2004.
Siahaan, Sudirman, “Pemanfaatan Teknologi
dalam PTJJ”, Jurnal Teknologi
Pendidikan Vol. IX, No. 16 (Juni, 2005)
UNESCO. “ Open and Distance Learning” (Paris:UNESCO,
2002)
Warsita, Bambang “Peranan TIK dalam
Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh”, Jurnal
Teknologi Pendidikan, Vol. XI, No. 20 (April, 2007).
[1] Bambang Warsita, “Peranan TIK dalam Pendidikan Terbuka
dan Jarak Jauh”, Jurnal Teknologi
Pendidikan, Vol. XI, No. 20 (April, 2007), 11
[2]
Sudirman Siahaan, “Pemanfaatan Teknologi dalam
PTJJ”, Jurnal Teknologi Pendidikan
Vol. IX, No. 16 (Juni, 2005), 24. Lihat juga dalam universitasterbuka.ac.id
[3] Jo Breadly, The Open Classroom Distance Learning in
and out of the Classroom (London:Kogan Page,2003), 16. UNESCO, “ Open and
Distance Learning” (Paris:UNESCO, 2002), 22. Collin Latchem and Insung Jung, Distance
and Blended Learning in Asia (New York:Routledge, 2010), 25. Dewi S Prawiladilaga, Mozaik Teknologi
Pendidikan (Jakarta:Kencana,2004), 192-193. Franklin R Koontz et.al, Designing
Effective Online Instruction (Oxford:Oxford University,2006), 15
[4]
Belawati, T, “Sistem
pendidikan terbuka dan jarak jauh: Suatu reformasi pola pikir”, Technical
paper presented at the
Seminar Pendidikan Jarak Jauh Dalam Reformasi Pendidikan (Seminar
on Distance Education in Educational Reform), Graduation I-1999 Universitas
Terbuka. 1999, 8
[9] Komposisi program siaran TVRI pada tahun 2006 adalah:
47% berita dan informasi, 26% siaran agama, 13% siaran pendidikan, 10% film dan
4% film. Sedangkan khusus siaran pendidikan berdurasi 4.5 jam dari 20 jam
siaran setiap hari
[10] Salah
satu kelemahan penyelenggaraan sistem PTJJ adalah minimnya umpan balik yang dapat diperoleh peserta didik tentang proses dan hasil belajar
yang telah mereka tempuh. Hal ini
disebabkan interaksi langsung antara pengajar dan peserta didik relatif rendah. Peserta didik
tidak dapat mengetahui hasil belajar
yang telah mereka tempuh, kesalahan yang mereka lakukan, dan perbaikan yang perlu mereka lakukan dalam proses belajar. Kondisi ini akan berakibat
terhadap kurangnya aspek penguatan (reinforcement) terhadap keberhasilan
belajar mahasiswa, yang pada akhirnya akan berakibat terhadap rendahnya
motivasi mereka untuk belajar.
[12] Edy Mulyana dkk, “Perkembangan dan Pemanfaatan TI
dalam Penyelenggaraan PJJ” dalam Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. X,
No. 18 (Juni 2006), 126-127