Minggu, 08 April 2012

Review "Muqaddimah an Introuction to History"



Title     : The Muqaddimah An Introduction to History
Writer  : Ibnu Khaldun
 Translated from the Arabic by Franz Rosenthal, edited and abridged by N.J. Dawood

Oleh :
Nur Lailatul Fitri (F05411 140)


Kitab Muqaddimah telah diterjemahkan oleh Franz Rosenthal dalam tiga volume besar pada tahun 1958. Muqaddimah yang dalam bahasa Inggris berarti “prolegomena” atau “introduction” adalah karya besar Ibnu Khaldun. Muqaddimah awal mulanya hanyalah sebuah kata pengantar dari kitab aslinya yang berjudul al-Ibar, namun dalam perkembangannya muqaddimah lebih dikenal dari kitab induknya. Menurut Franz Rosenthal muqaddimah merupakan kitab pertama tentang sejarah politik dan organisasi sosial kemasyarakatan. Pandangan Ibnu Khaldun yang rasional, metode yang analitis serta kandungan yang bersifat ensiklopedis membuat kitab ini sangat komplit membicarakan tentang manusia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Muqaddimah disusun berdasarkan realita yang ada. Dimulai dari penulisan sejarah tradisional (masyarakat primitif Badui), menolak tentang konsep-konsep atau pemikiran yang tidak logis dan bersifat tahayul hingga menceritakan rentetan-rentetan kejadian yang disertai dengan penjelasan yang logis. Dalam menyusun kitab ini, Ibnu Khaldun menggunakan metode yang belum pernah digunakan oleh sejarawan lain pada masanya. Didalamnya ia menjelaskan tentang civilization (peradaban), urbanisasi, ciri hakiki organisasi sosial manusia, tafsir hingga ramalan tentang jatuh bangunnya sebuah negara. Melalui karyanya ini, Ibnu Khaldun mengajak pembaca untuk mengikuti alur sejarah sesuai realitas dengan mengemukakan bagaimana penduduk suatu negara pertama kali memasuki peristiwa sejarah dari generasi sebelum dan sesudahnya hingga mengajak pembaca untuk menarik diri dari tradisi buta (taqlid).
Pusat pemikiran Ibnu Khaldun adalah tentang manusia. Menurutnya kondisi fisik manusia itu bergantung pada lingkungannya. Kondisi terbaik pada manusia itu terdapat dibumi bagian tengah. Perbedaan lingkungan menurutnya berefek pada bentuk fisik, karakter, penampilan hingga adat kebiasaan manusia. Bagi Ibnu Khaldun, manusia adalah makhluk yang paling penting dan terhormat di alam semesta ini, sebab Allah telah memberinya akal yang tidak dimiliki makhluk lain dan juga telah mengangkatnya menjadi khalifah di atas bumi ini.
Terpengaruh oleh pendapatnya Ibnu Sina, Ibnu Khaldun juga menegaskan bahwa manusia itu tidak bisa bertahan hidup tanpa bantuan orang lain. Untuk memenuhi segala keperluan hidupnya, manusia akan bekerja sama dengan yang lain. Kerjasama dalam kehidupan sosial inilah yang melahirkan “tamaddun” atau ‘urbanization”. Dalam kehidupannya, menurut Ibnu Khaldun manusia butuh organisasi kenasyarakatan untuk memenuhi segala keperluan hidup termasuk untuk mengatur hubungan antar individu. Dalam organisasi itulah diperlukan seseorang dengan pengaruhnya untuk mengatur segala kehidupan masyarakat.
Konsepnya tentang ashabiyah membuat Ibnu Khaldun semakin termasyhur. Konsep ini juga menjadi ciri tersendiri yang membedakannya dengan pemikir-pemikir lain. Ashabiyah atau dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan ‘solidarity’, ‘group feeling’ atau ‘group consciousness’ merupakan dasar terbentuknya daulah atau dynasty (negara). Negara tidak akan terbentuk tanpa adanya rasa solidaritas yang tinggi.
Muqaddimah tersusun dalam enam bab. Bab pertama berbicara tentang masyarakat secara umum. Bab kedua, tentang peradaban Badui dan kabilah-kabilah yang hidup secara nomaden. Didalamnya menjelaskan tentang kondisi kehidupan mereka secara menyeluruh, meliputi sejarah, keadaan masyarakat (politik, pemerintahan dan hukum) serta kemajuan-kemajuan yang dicapai. Bab ketiga berbicara tentang negara-negara secara umum. Bab empat tentang negeri dan kota serta semua bentuk peradaban, termasuk didalamnya membahas tentang kondisi yang terjadi disana. Bab kelima tentang kondisi ekonomi dalam aspek penghidupan. Dan bab terakhir berbicara tentang ilmu pengetahuan, metode pengajaran dan kondisi lain yang berhubungan dengan kehidupan negara.
Dapat kita simpulkan bahwa muqaddimah membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan manusia dalam masyarakat. Oleh sebab itu kitab ini termasuk dalam kitab ilmu sosial. Kandungan kitab ini tersusun secara logis dari awal sampai akhir serta penggunaan bahasanya membuat kitab ini sangat mengagumkan. Bahasanya yang mengalir akan membuat pembaca seolah-olah berada didalam kelas dimana seorang dosen sedang memberikan penjelasan secara mahir.
Ibnu Khaldun menguraikan penjelasan-penjelasannya secara generalisasi dengan mengacu pada peristiwa-peristiwa sejarah dunia, khususnya yang terjadi di wilayah Arab. Ia sering memberikan beberapa ilustrasi untuk mendukung argumennya. Pemikirannya yang tertuang dalam karyanya ini telah melahirkan ilmu pengetahuan yang luar biasa yang sampai sekarang masih tetap menimbulkan rasa kekaguman dikalangan para ilmuan kontemporer. Lebih jauh, muqaddimah dianggap sebagai upaya awal yang dibuat sejarawan untuk menemukan pola baru dalam perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Hal inilah yang membuat Bernard Lewis menganggap muqaddimah sebagai bibit munculnya filsafat sejarah seperti yang ada saat ini.
Satu kelemahan kitab ini, seperti apa yang telah diungkapkan N.J. Dawood dalam kata pengantarnya adalah banyak terdapat pengulangan kata atau kalimat dalam teks. Hal ini menurutnya lebih disebabkan karena tidak adanya penulisan referensi atau proses editing pada masa itu. Namun, ia juga mengimbuhkan bahwasanya pengulangan itu selalu dihubungkan dengan konteks baru yang sedang dibicarakan, sehingga setiap pengulangan itu mengemukakan suatu segi baru yang tidak terdapat dalam konteks-konteks sebelumnya.
 Franz Rosenthal telah menterjemahkan muqaddimah kedalam bahasa inggris secara apik hingga memudahkan pembaca dalam memahami isi kitab aslinya yang berbahasa Arab. Franz juga tetap mengikutkan istilah-istilah bahasa Arab yang mungkin terdengar asing di kalangan pembaca yang dasarnya tidak tahu sama sekali tentang bahasa Arab. Hal ini dimaksudkan untuk mengindikasi kepada para pembaca agar tetap berpegang pada makna harfiah sesuai dengan teks aslinya. Misalnya, tamaddun diterjemahkan dengan urbanization, ashabiyah dengan group feeling, umran dengan civilization dll.