Title : The Muqaddimah An
Introduction to History
Writer : Ibnu Khaldun
Translated from the Arabic
by Franz Rosenthal, edited and abridged by N.J. Dawood
Oleh :
Nur Lailatul Fitri (F05411 140)
Kitab Muqaddimah telah diterjemahkan oleh Franz Rosenthal
dalam tiga volume besar pada tahun 1958. Muqaddimah yang dalam bahasa Inggris
berarti “prolegomena” atau “introduction” adalah karya besar Ibnu Khaldun. Muqaddimah
awal mulanya hanyalah sebuah kata pengantar dari kitab aslinya yang berjudul al-Ibar,
namun dalam perkembangannya muqaddimah lebih dikenal dari kitab
induknya. Menurut Franz Rosenthal muqaddimah merupakan kitab pertama
tentang sejarah politik dan organisasi sosial kemasyarakatan. Pandangan Ibnu
Khaldun yang rasional, metode yang analitis serta kandungan yang bersifat
ensiklopedis membuat kitab ini sangat komplit membicarakan tentang manusia
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Muqaddimah disusun
berdasarkan realita yang ada. Dimulai dari penulisan sejarah tradisional
(masyarakat primitif Badui), menolak tentang konsep-konsep atau pemikiran yang
tidak logis dan bersifat tahayul hingga menceritakan rentetan-rentetan kejadian
yang disertai dengan penjelasan yang logis. Dalam menyusun kitab ini, Ibnu Khaldun
menggunakan metode yang belum pernah digunakan oleh sejarawan lain pada
masanya. Didalamnya ia menjelaskan tentang civilization (peradaban),
urbanisasi, ciri hakiki organisasi sosial manusia, tafsir hingga ramalan
tentang jatuh bangunnya sebuah negara. Melalui karyanya ini, Ibnu Khaldun
mengajak pembaca untuk mengikuti alur sejarah sesuai realitas dengan
mengemukakan bagaimana penduduk suatu negara pertama kali memasuki peristiwa
sejarah dari generasi sebelum dan sesudahnya hingga mengajak pembaca untuk
menarik diri dari tradisi buta (taqlid).
Pusat pemikiran Ibnu Khaldun adalah tentang manusia. Menurutnya
kondisi fisik manusia itu bergantung pada lingkungannya. Kondisi terbaik pada
manusia itu terdapat dibumi bagian tengah. Perbedaan lingkungan menurutnya
berefek pada bentuk fisik, karakter, penampilan hingga adat kebiasaan manusia.
Bagi Ibnu Khaldun, manusia adalah makhluk yang paling penting dan terhormat di
alam semesta ini, sebab Allah telah memberinya akal yang tidak dimiliki makhluk
lain dan juga telah mengangkatnya menjadi khalifah di atas bumi ini.
Terpengaruh oleh pendapatnya Ibnu Sina, Ibnu Khaldun juga
menegaskan bahwa manusia itu tidak bisa bertahan hidup tanpa bantuan orang
lain. Untuk memenuhi segala keperluan hidupnya, manusia akan bekerja sama
dengan yang lain. Kerjasama dalam kehidupan sosial inilah yang melahirkan “tamaddun”
atau ‘urbanization”. Dalam kehidupannya, menurut Ibnu Khaldun manusia
butuh organisasi kenasyarakatan untuk memenuhi segala keperluan hidup termasuk
untuk mengatur hubungan antar individu. Dalam organisasi itulah diperlukan
seseorang dengan pengaruhnya untuk mengatur segala kehidupan masyarakat.
Konsepnya tentang ashabiyah membuat Ibnu Khaldun semakin
termasyhur. Konsep ini juga menjadi ciri tersendiri yang membedakannya dengan
pemikir-pemikir lain. Ashabiyah atau dalam bahasa Inggris diterjemahkan
dengan ‘solidarity’, ‘group feeling’ atau ‘group
consciousness’ merupakan dasar terbentuknya daulah atau dynasty
(negara). Negara tidak akan terbentuk tanpa adanya rasa solidaritas yang
tinggi.
Muqaddimah tersusun dalam
enam bab. Bab pertama berbicara tentang masyarakat secara umum. Bab kedua,
tentang peradaban Badui dan kabilah-kabilah yang hidup secara nomaden.
Didalamnya menjelaskan tentang kondisi kehidupan mereka secara menyeluruh,
meliputi sejarah, keadaan masyarakat (politik, pemerintahan dan hukum) serta
kemajuan-kemajuan yang dicapai. Bab ketiga berbicara tentang negara-negara
secara umum. Bab empat tentang negeri dan kota serta semua bentuk peradaban,
termasuk didalamnya membahas tentang kondisi yang terjadi disana. Bab kelima
tentang kondisi ekonomi dalam aspek penghidupan. Dan bab terakhir berbicara
tentang ilmu pengetahuan, metode pengajaran dan kondisi lain yang berhubungan
dengan kehidupan negara.
Dapat kita simpulkan bahwa muqaddimah membahas segala
sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan manusia dalam masyarakat. Oleh sebab
itu kitab ini termasuk dalam kitab ilmu sosial. Kandungan kitab ini tersusun
secara logis dari awal sampai akhir serta penggunaan bahasanya membuat kitab
ini sangat mengagumkan. Bahasanya yang mengalir akan membuat pembaca
seolah-olah berada didalam kelas dimana seorang dosen sedang memberikan
penjelasan secara mahir.
Ibnu Khaldun menguraikan penjelasan-penjelasannya secara generalisasi
dengan mengacu pada peristiwa-peristiwa sejarah dunia, khususnya yang terjadi di
wilayah Arab. Ia sering memberikan beberapa ilustrasi untuk mendukung
argumennya. Pemikirannya yang tertuang dalam karyanya ini telah melahirkan ilmu
pengetahuan yang luar biasa yang sampai sekarang masih tetap menimbulkan rasa
kekaguman dikalangan para ilmuan kontemporer. Lebih jauh, muqaddimah
dianggap sebagai upaya awal yang dibuat sejarawan untuk menemukan pola baru
dalam perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Hal inilah
yang membuat Bernard Lewis menganggap muqaddimah sebagai bibit munculnya
filsafat sejarah seperti yang ada saat ini.
Satu kelemahan kitab ini, seperti apa yang telah diungkapkan N.J.
Dawood dalam kata pengantarnya adalah banyak terdapat pengulangan kata atau
kalimat dalam teks. Hal ini menurutnya lebih disebabkan karena tidak adanya
penulisan referensi atau proses editing pada masa itu. Namun, ia juga
mengimbuhkan bahwasanya pengulangan itu selalu dihubungkan dengan konteks baru
yang sedang dibicarakan, sehingga setiap pengulangan itu mengemukakan suatu
segi baru yang tidak terdapat dalam konteks-konteks sebelumnya.
Franz Rosenthal telah
menterjemahkan muqaddimah kedalam bahasa inggris secara apik hingga
memudahkan pembaca dalam memahami isi kitab aslinya yang berbahasa Arab. Franz
juga tetap mengikutkan istilah-istilah bahasa Arab yang mungkin terdengar asing
di kalangan pembaca yang dasarnya tidak tahu sama sekali tentang bahasa Arab.
Hal ini dimaksudkan untuk mengindikasi kepada para pembaca agar tetap berpegang
pada makna harfiah sesuai dengan teks aslinya. Misalnya, tamaddun
diterjemahkan dengan urbanization, ashabiyah dengan group
feeling, umran dengan civilization dll.