Jumat, 06 Juli 2012

Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh


Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh
(Peluang dan Tantangannya dalam Pengembangan Pendidikan Islam)


MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah
Teknologi Pendidikan
 







Oleh:
Nur Lailatul Fitri
F05411 140


Dosen Pengampu:
Dr. As’aril Muhajir, M.Ag


PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012


ABSTRAK

Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh diselenggarakan (PTJJ) karena adanya factor geografis, dimana para peserta didik tida mampu untuk menjangkau tempat pendidikan yang ingin dituju. Pada awalnya PTJJ diselenggarakan hanya terbatas pada kalangan dewasa saja, namun dalam perkembangannya PTJJ juga diselenggarakan bagi peserta didik usia sekolah. Tidak hanya varian peserta didiknya saja yang berubah, penggunaan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) pun berubah sesuai perkembangan zaman. Dilihat dari sisi positifnya, PTJJ akan mampu memberikan kemudahan-kemudahan baik peserta didik maupun bagi pendidiknya, karena akan lebih efektif dan efisien. Makalah ini membahas tentang system pembelajaran terbuka/jarak jauh serta peluang dan tantangannya dalam dunia pendidikan islam.

A.    Pendahuluan
Perluasan kesempatan memperoleh pendidikan merupakan suatu perbincangan yang tak ada habisnya untuk dibahas. Diantaranya dengan cara mengubah paradigma dari pendidikan tradisional dengan mengandalkan tatap muka sekarang berubah menjadi pendidikan terbuka/jarak jauh yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Pendidikan terbuka dan jarak jauh memungkinkan perluasan kesempatan belajar yang bermutu bagi seluruh penduduk Indonesia dan bagi peserta didik yang ingin melanjutkan pendidikannya namun terhalang oleh usia dan waktu. Sistem pendidikan ini memanfaatkan kecanggihan ICT dalam proses pembelajarannya.
Tak bisa dipungkiri, kecanggihan ICT (Information Communication and Technology) telah memungkinkan terjadinya pertukaran informasi dengan cepat dan tepat tanpa terhambat oleh batas ruang dan waktu. ICT dapat menjadikan dunia maya menjadi nyata dihadapan kita. Segala kemudahan pun bisa diperoleh melalui ICT. Maka, tidak heran jika dunia pendidikan memanfaatkan kecanggihan ICT ini. Tak terkecuali institusi pendidikan Islam.
Ada beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi pendidikan terbuka dan jarak jauh di Indonesia, yaitu: 1) perkembangan ICT, 2) tantangan globalisasi, 3) faktor geografis, 4) pertumbuhan dan persebaran penduduk dan, 5) kebutuhan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.[1]
Pemanfaatan ICT dalam PTJJ diharapkan mampu memberikan segala kemudahan dalam proses pembelajarannya. Institusi-institusi pendidikan islam dapat memanfaatkan model pembelajaran terbuka/jarak jauh sebagai sebuah model yang sangat kontributif terhadap kegiatan belajar mengajar , baik untuk bidang studi pendidikan agama islam sendiri maupun bidang studi yang lain, dimana para peserta didik bisa mengakses kajian-kajian keislaman dengan mudah melalui modul-modul yang diberikan.
Permasalahannya sekarang, lembaga-lembaga pendidikan yang berada dibawah naungan Depag tidak mengizinkan adanya pendidikan terbuka dan jarak jauh. Menurut asumsi penulis, hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran terjadi perbedaan persepsi dalam memahami ilmu-ilmu agama, karena mengingat antara pendidik dan peserta didik tidak berada dalam satu lokasi. Selain itu, PTJJ juga mensyaratkan pelakunya baik institusi maupun peserta didiknya untuk memiliki infrastruktur yang dibutuhkan, sehingga persiapan dan perencanaan program dengan perangkatnya memerlukan waktu dan biaya cukup banyak. Akibatnya PTJJ hanya terkesan untuk peserta didik dari kalangan menengah keatas saja yang bisa menikmati kesempatan belajar jarak jauh ini.
Jika ditelusuri secara mendalam, lepas dari boleh atau tidaknya, pemberlakuan PTJJ sebenarnya terdapat nilai positif. Dalam konteks pendidikan islam nilai positif tersebut berkaitan dengan aspek institutional atau kelembagaan. Namun, dalam kontek instruksional (pembelajaran) kemungkinan-kemungkinan adanya nilai positif perlu dikaji lebih lanjut meskipun bisa jadi, juga terdapat akibat-akibat negatif dari penggunaan PTJJ dalam kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan islam.
Lalu, bagaimanakah sebenarnya konsep pendidikan terbuka dan jarak jauh? Bagaimanakah peluang dan tantangannya bagi pengembangan pendidikan Islam? Makalah ini akan membahas tentang konsep pendidikan terbuka/jarak jauh serta sisi positif dan negatifnya dalam pengembangan pendidikan Islam.

B.     Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh
a.      Pengertian Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh (Open and Distance Learning)
Salah satu upaya untuk memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat yang mengalami kendala tertentu seperti keadaan geografis, ekonomi, sosial, maupun keterbatasan waktu adalah melalui Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 yang mengungkapkan bahwa fungsi pendidikan jarak jauh adalah memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau register.    
Ada beberapa pengertian tentang open learning/education dan distance learning/education. Siahaan mengatakan bahwa open learning adalah sistem pendidikan yang tidak mensyaratkan adanya pembatasan usia, pengalaman pendidikan sebelumnya, masa belajar dll.[2]  Sedangkan menurut Preeton dan Creed dalam Braedly, Daniel, Jung, Prawiladilaga serta Franklin, mereka memiliki perspektif yang sama tentang distance learning/education, yakni suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan dimana antara guru dan murid tidak bertatap muka seperti pendidikan konvensional, melainkan dipisahkan oleh jarak dan waktu.[3]
Dari uraian tersebut, jelas terdapat perbedaan antara pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh. Namun, dalam perkembangannya, istilah pendidikan terbuka dan jarak jauh sering disejajarkan artinya. Misalnya dalam berbagai jurnal dan buku istilah pendidikan terbuka dan jarak jauh sering disingkat dengan PTJJ atau ODL (Open and Distance Learning).
Open and distance learning atau pendidikan terbuka dan jarak jauh, telah lama didengungkan bahkan telah diterapkan dibeberapa Negara didunia. Di Afrika, open education dimulai dari sekolah-sekolah lanjutan dengan menggunakan sistem koresponden.[4] Sementara di India open schooling pendidikan terbuka telah bekerjasama dengan lebih dari 2.000 baik institusi pendidikan maupun non-pendidikan. Open schooling di India ini dilakukan melalui pendidikan jarak jauh, penggunaan modul, audiovisual, online, TV, radio dan sesekali melakukan pengajaran dengan tatap muka, seperti di Kuwait, Nepal, Oman dan Uni Emirat Arab. Meskipun menggunakan kata “open”, NIOS (National Institute of Open Schooling) di India ini hanya menerima peserta didik dari lulusan sekolah menengah yang ingin melanjutkan ke tingkat berikutnya atau melakukan mutasi dari satu sekolah ke sekolah yang lain. Lebih jauh, open schooling di India diterapkan karena  banyak peserta didik yang tidak dapat menjangkau sekolah sebab kondisi geografis.[5] Di Asia Tenggara, hamper semua Negara ASEAN memiliki institusi dan menjalankan program PTJJ, kecuali Brunei.[6] Thailand telah membuka institusi PTJJ sejak tahun 1978, begitu juga dengan Singapore, didirikan SIM University (UniSIM) yang memberikan kesempatan pendidikan bagi orang dewasa yang telah bekerja. Tak mau kalah, Malaysia juga memanfaatkan PTJJ dalam pendidikan warganya sendiri maupun bagi warga asing yang ingin melanjutkan kuliah di negaranya.[7]
Sedangkan di Indonesia, open schooling di SMP diatur oleh Dirjen Pendidikan, dimana kurikulum dan pembelajarannya disamakan dengan kelas konvensional. Walaupun konsep pendidikan terbuka telah didengungkan dan dimasyarakatkan, belum ada penyelenggaraan PJJ yang seratus persen terbuka. Pada prakteknya, kebanyakan institusi yang menawarkan program PJJ masih tetap memberlakukan aturan yang mengurangi keterbukaan, terutama apabila institusi tersebut memberikan akreditasi bagi lulusannya. Sistem PJJ ini dapat ditingkatkan keterbukaannya dengan merancang sistem pembelajaran secara lebih fleksibel, seperti misalnya melalui: tiga cara berikut ini.[8]
1.    Open entry – open exit system: artinya setiap individu boleh memulai dan menyelesaikan proses pendidikannya kapan saja sesuai dengan kondisi masing-masing.
2.    No selection criteria: artinya setiap orang yang mendaftar akan diterima sepanjang mempunyai kualifikasi dasar minimal yang dapat menunjang proses pendidikan yang diikutinya. Misalnya, tidak ada batas usia, tidak ada batas tahun ijazah terakhir.
3.    Open Registration System: artinya setiap individu boleh melakukan registrasi secara terbuka, apakah untuk suatu program penuh (seperti program sertifikat, diploma, ataupun sarjana) atau untuk mata kuliah tertentu saja. Sistem registrasi terbuka ini juga harus memungkinkan mahasiswa menabung kredit matakuliahnya sehingga jika mau suatu waktu dapat diakumulasikan untuk suatu program utuh.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan pendidikan terbuka/jarak jauh, diantaranya pendidikan korespondensi (correspondence course), belajar mandiri (independent learning), kampus maya (virtual campus), belajar melalui internet (internet based learning), online learning dan e-learning.
Dalam perkembangannya, PTJJ telah mengalami berbagai perubahan dalam media pembelajarannya. Kegiatan melalui korespondensi merupakan model awal PTJJ, yang memanfaatkan jasa layanan pos sebagai pola interaksinya. Dan pada beberapa tahun belakangan PTJJ telah memanfaatkan teknologi berbasis internet dalam system pembelajarannya.
Sebagai suatu konsep, PTJJ memiliki beberapa karakteristik, diantaranya:
a.       Peserta didik dan pendidik terpisah oleh jarak dan waktu.
b.      Materi/bahan pembelajaran dirancang secara professional dan disajikan melalui berbagai media.
c.       Ada lembaga yang merancang, mengembangkan, mengimplementasikan dan mengevaluasi hasil-hasil yang dicapai.
d.      Adanya komunikasi, interaksi antara peserta didik dan guru. Meskipun keduanya terpisah oleh jarak, akan tetapi interaksi antara peserta didik dan guru tetap diperlukan, misalnya melalui surat, facsimile, telepon, internet atau teleconference.[9]

Porter mendeskripsikan perbedaan antara pendidikan terbuka/jarak jauh dengan pendidikan konvensional sebagai berikut:


Teachers/Facilitators
Online
On-site
·         Professionals in other fields (not professional educators).


·         Vendors/corporation
·         Automation


·         Visiting professionals from another fields or within education
·         -
·         -
Delivery (Communication/Presentation) Technologies
·         Teleconference
·         Chat
·         Whiteboard
·         Non computerized technologies, overheads, handouts etc
·         Face to face lecture or discussion
Human touch in delivery/presentation
·         Teacher (e.g, chat, email, teleconference)

·         Teacher (e.g, face to face interaction, chat, email)

Type of communication
Mostly asynchronous
Mostly synchronous
Type of classroom
·         Web site
·         Other web site/internet links
·         Field trips at individual’s discretion
·         Campus classroom, lab etc.
·         We site
·         Internet links
·         Field trips
Time commitments for students
Time intensive—individual work, plus electronic response time
Increase with more online requirements—may or may not be as time intensive outside of face to face calss sessions
Time commitment for teachers/developers
·         Time intensive to respond electronically to email, grade assignments, post feedback etc.
·         Less face to face interaction
·         Less electronic response time
·         More face to face interaction
Source: Porter: 2004:19

Jika kita amati lebih jauh, akan terdapat beberapa komponen dalam pendidikan terbuka/jarak jauh, diantaranya:
a.       Peserta didik. Tujuan peserta didik mengikuti program pendidikan terbuka/jarak jauh antara lain ingin mendapatkan ijazah, mengisi waktu, hiburan atau tertarik dengan programnya.
b.      Materi Pembelajaran. Materi pembelajaran dirancang khusus untuk keperluan system pembelajaran system jarak jauh sesuai kebutuhan peserta didik. Materi pembelajaran disusun sedemikian rupa agar mudah dipelajari tanpa perlu banyak mengharapkan bantuan orang lain.
c.       Pembimbing, Tutor/fasilitator. Tugas pembimbing, tutor dan fasilitator adalah memberikan bantuan kepada peserta didik seaktu-waktu secara berkala ketika peserta didik menghadapi kesulitan dalam mengerjakan tugas, latihan maupun soal. Bantuan yang diberikan berupa bimbingan untuk memahami materi-materi yang diberikan agar peserta didik bisa mencapai hasil yang optimal.
d.      Tempat belajar. Berbeda dengan kelas konvensional yang wajib datang ke sekolah setiap hari, peserta didik PTJJ dapat belajar dimana saja dan kapan saja. Tempat untuk pertemuan dengan pembimbing pun bisa diatur dengan memilih tempat yang nyaman untuk belajar.
e.       System Evaluasi. Untuk menentukan apakah peserta didik telah menguasai materi atau belum, mereka harus mengajukan diri kepada pembimbing untuk diuji. Selain itu mereka juga bisa melakukan tes secara mandiri (self test/evaluation), yakni mengerjakan soal sendiri tanpa pengawasan.[10]
bB.      Sistem Pembelajaran Terbuka dan Jarak Jauh
Pembelajaran jarak jauh disebut pembelajaran sistem terbuka, karena memberikan kesempatan kepada siapapun untuk belajar. Disamping itu peraturan yang diberlakukan pun tidak seketat dengan yang ada dikelas konvensional. Namun, meskipun demikian, penyelenggara PTJJ harus mempunyai prinsip-prinsip tentang sistem PTJJ, diantaranya:
a.       Tujuan yang jelas. Perumusan tujuan harus jelas, spesifik, terukur dan teramati untuk mengubah perilaku peserta didik.
b.      Relevan dengan kebutuhan. Artinya program PTJJ harus sesuai dengan kebutuhan peserta didik, masyarakat, dunia kerja atau lembaga pendidikan.
c.       Mutu pendidikan. Pengembangan program PTJJ merupakan upaya meningkatkan mutu pendidikan yang ditandai dengan proses pembelajaran yang lebih aktif atau mutu lulusan yang lebih produktif.
d.      Pemerataan.  Hal ini berkaitan dengan perluasan kesempatan belajar untuk siapa saja.
e.       Kemandirian. Kemandirian baik dalam pengelolaan, pembiayaan, maupun dalam kegiatan belajar.
f.       Berkesinambungan. Penyelenggaraan PTJJ tidak bersifat incidental dan sementara, tetapi dikembangkan secara berkelanjut dan terus menerus.[11]

Pendayagunaan ICT dalam program PTJJ merupakan salah satu sarana/prasarana yang penting guna lebih memperlancar system komunikasi informasi. Peran ICT beserta infrastrukturnya dalam PTJJ adalah untuk menyajikan materi pembelajaran dan menyediakan sarana komunikasi atau interaksi antara peserta didik dengan guru.[12] ICT yang digunakan dalam PTJJ antara lain:
a.       Media cetak. Media cetak merupakan teknologi pertama yang digunakan dalam PTJJ. Media cetak dapat berupa modul, buku materi pokok, buku kerja, panduan belajar, pamflet, brosur, peta, dan chart. Umumnya media cetak dimanfaatkan sebagai media utama dalam pembelajaran.
b.      Radio. Radio dikenal sebagai media yang sangat memasyarakat karena harganya memiliki nilai ekonomis serta memiliki daya jangkau keseluruh pelosok negeri. Dalam PTJJ radio juga digunakan untuk menyampaikan materi ajar. Media radio lebih tepat digunakan untuk menyampaikan materi yang bersifat umum, auditif dan konkrit agar mudah dipahami oleh peserta didik, mengingat durasi dalam penyampaian materi hanya sekitar 20 menit. Namun tidak dapat dielakkan juga bahwa radio bersifat transistory, artinya materi ajar yang disampaikan cepat berlalu dan mudah dilupakan.
c.       Televisi.  Televisi dikenal sebagai media yang sangat kaya yang mampu menyajikan gambar dan suara secara bersamaan. Di Indonesia TVRI merupakan televisi nasional yang bertanggung jawab untuk mencerdaskan bangsa selain untuk memberikan informasi, pendidikan dan hiburan.[13] Pemanfaatan televisi dalam PTJJ tidak hanya didasarkan pada kemampuannya menyajikan informasi audio visual secara bersamaan, tetapi juga karena kemampuannya untuk menjangkau pemirsa dalam jangkauan geografis yang relative luas. Akan tetapi, pemanfaatan TV belum besar peranannya dalam PTJJ di Indonesia, sebab TV bersifat pasif (tidak ada proses interaksinya), hanya sekali tayang dan memerlukan biaya yang tinggi.
d.      Media kaset, audio, video, CD, VCD. Melalui materi yang dikemas dalam media rekaman ini, memungkinkan siswa untuk memanfaatkannya sesuai ketersediaan waktunya.
e.       Komputer dan Jaringan Internet. Keterpisahan antara peserta didik dan guru dalam proses pembelajaran bisa dijembatani oleh komputer dan jaringan internet.[14] Pada pembelajaran computer dalam jaringan, interaksi antara peserta didik dengan guru lebih banyak alternatifnya.

Ada dua model dalam PTJJ, yakni single mode dan dual mode. [15] Single mode adalah suatu lembaga yang hanya melayani peserta didik melalui jarak jauh saja sehingga staf akademik tidak mengalami konflik loyalitas terhadap peserta didik konvensional dan peserta didik jarak jauh. Model ini dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa pendekatan universitas konvensional dalam menerapkan PTJJ tidak memadai. Pengembangan materi, implementasi serta evaluasi sepenuhnya disesuaikan dengan peserta didik jarak jauh. Universitas Terbuka (UT) adalah Universitas yang mengikuti single mode. Sementara dalam dual mode terdapat siswa yang belajar secara konvensioanl (tatap muka) dan siswa yang belajar dengan system jarak jauh. Secara teoritis dua kelompok siswa ini memiliki pelayanan yang sama dari lembaga, padahal kenyataannya mahasiswa konvensional memiliki akses yang lebih mudah dan banyak ke berbagai sumber belajar dikampus.

C.    Peluang dan Tantangannya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam
Secara filosofis, pendidikan merupakan hak setiap anggota masyarakat. Karena itu, pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Proses pendidikan tersebut tidak terbatas pada satu kalangan masyarakat saja, tetapi harus merata keseluruh pelosok Indonesia, baik kesempatan maupun kualitasnya.
Berdasarkan hasil riset Mulyana, pendidikan yang saat ini relative bersifat konvensional (tatap muka) menghadapi banyak keterbatasan dan sudah tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat yang tersebar luas dan semakin kompleks. Dengan semakin pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi ini, semakin banyak pula kemudahan-kemudahan yang bisa diakses melalui komputerisasi. Hal ini memungkinkan dunia pendidikan islam untuk memanfaatkannya dalam proses belajar mengajar (khususnya pada program PTJJ) sehingga target yang diharapkan dapat tercapai secara efektif.[16] Secara eksplisit Mulyana menjelaskan bahwa diselenggarakannya PTJJ adalah upaya untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pendidikan konvensional.
Dalam dunia pendidikan Islam, jika ditelusuri secara mendalam PTJJ juga dapat memberikan sumbangsih yang positif dalam aspek institusional. Sebagai contoh, misalnya dalam penerimaan siswa baru. Calon siswa yang berada di luar jawa atau berada ditempat yang jauh tidak perlu datang langsung ke institusi yang akan dituju, hal tersebut bisa dilakukan dengan memanfaatkan internet. Selain itu, PTJJ juga bersifat efisien, dimana dalam proses belajar mengajar tidak harus memerlukan bangunan, para peserta didik pun tidak memerlukan banyak biaya untuk membeli buku-buku penunjang yang dibutuhkan. Begitu juga dengan para tutor, mereka tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk transportasi atau biaya akomodasi lainnya.
Akan tetapi dari sisi instruksionalnya (pembelajaran), seperti yang telah penulis ungkapkan sebelumnya, dalam aspek ini perlu dikaji lebih mendalam lagi tentang nilai positifnya. Sebab, pendidikan agama islam orientasinya tidak hanya pada aspek kognitif saja tetapi juga bertujuan untuk pembentukan sikap atau moral.
Pendidikan terbuka/jarak jauh lebih ditekankan pada proses belajar secara mandiri, namun jika diterapkan dalam pembelajaran PAI, pembentukan sikap yang diharapkan tidak bisa tampak dalam kehidupan sehari-harinya. Sebab pendidik tidak dapat melihat pola perkembangan peserta didiknya. Oleh karena itu, tidak salah jika studi mendalam tentang pendidikan terbuka/jarak jauh perlu dikaji lagi, khususnya bagi pengembangan pendidikan islam baik secara institusional maupun instruksional..  
Sebenarnya, PTJJ merupakan salah satu perwujudan demokratisasi pendidikan, yang meliputi pemberian kesempatan luas kepada setiap individu untuk menempuh pendidikan tanpa ada pembatasan syarat masuk, jarak, waktu serta hambatan social budaya. PTJJ memberikan peluang kepada peserta didiknya untuk belajar secara aktif dan belajar sesuai dengan kecepatan serta kemampuan mereka masing-masing.
Perkembangan ICT telah memusatkan perhatian pemerintah untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Sementara dalam dua decade terakhir, pertumbuhan pendidikan semakin besar. Banyak Negara, termasuk Indonesia berusaha untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anak-anak usia sekolah, dan disisi yang sama mereka juga disibukkan oleh banyaknya permintaan pendidikan untuk para orang tua. Oleh karena itu, dengan perkembangan ICT ini dunia pendidikan mempunyai kesempatan untuk mendesain model pendidikannya, yaitu dengan mengembangkan model pendidikan terbuka/jarak jauh. ICT dapat membuka cakrawala baru untuk kemajuan dan pertukaran kreativitas serta dialog antar budaya. Bagi peserta didik, PTJJ dapat meningkatkan akses dan fleksibilitas dalam pembelajaran. Sementara, bagi para pekerja yang memiliki keterbatasan waktu bisa tetap melanjutkan pendidikan untuk meningkatkan kemampuan serta ketrampilannya. Dan bagi pemerintah, PTJJ dapat menarik kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan untuk menjangkau pendidikan konvensional. Selain itu, melalui PTJJ pemerintah mempunyai peluang untuk mempromosikan inovasi dan kesempatan untuk belajar sepanjang hayat.[17]
Tak dapat dipungkiri, komputerisasi pada program PTJJ bukan saja menjadi suatu kebutuhan, akan tetapi sekaligus merupakan suatu keharusan, baik dalam administrasi maupun dalam edukasi. Daya dukung yang diberikan pemerintah terhadap program PTJJ telah disediakan, di Indonesia telah banyak dibuat software pendidikan oleh pakar komputer, misalnya: computer assisted instruction (CAI), yang umumnya software ini sangat baik untuk keperluan remedial, intelligent computer assited instructional (ICAL), dapat digunakan untuk material atau konsep, Computer assisted training (CAT), computer assisted design (CAD), computer assisted media (CAM), dan lain-lain.
Namun, meskipun demikian hebatnya kecanggihan ICT, permasalahan yang ditimbulkan pun cukup serius. Kesenjangan digital menyebabkan situasi yang berlawanan antara masyarakat perkotaan yang dapat dengan sangat mudah mengakses kebutuhan mereka melalui ICT dengan masyarakat pedalaman atau kelompok masyarakat buta huruf yang tidak memiliki akses ke alat-alat yang akan menjadikan mereka manusia yang berpengetahuan. Tidak semua kalangan dapat mengikuti program PTJJ ini karena berbagai kendala. Menurut Siahaan, ada tiga kendala yang dihadapi oleh PTJJ, yaitu peserta didik, guru/tutor PTJJ, serta pemanfaatan teknologi dalam penyelenggaraan PTJJ.[18] Secara keseluruhan kendala-kendala tersebut akan dideskripsikan sebagai berikut:
Pertama, dari segi peserta didik PTJJ. Peserta didik yang secara geografis terpencar-pencar daerahnya menyebabkan mereka sulit untuk berinteraksi dan berkomunikasi langsung dengan pengajar. Hal ini juga dapat menimbulkan perasaan kesendirian di kalangan peserta didik. Selain itu, jarak juga dapat menimbulkan perbedaan penafsiran materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dan pengertian yang ditangkap oleh peserta didik.
Kedua, dari segi pendidik atau instruktur. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemanfaatan teknologi dalam pengajaran sedikit banyak ‘merepotkan’ para guru yang belum terbiasa dengan penggunaan teknologi, sebab mereka harus menjalani pelatihan khusus serta biaya yang dikeluarkan juga tidak sedikit. Para guru atau instruktur sering kali merasa enggan jika dituntut harus menggunakan teknologi disetiap pengajarannya, hal ini disebabkan karena mereka tidak mau dibuat repot oleh tuntutan yang mengharuskan para guru untuk memutakhirkan pengetahuan teknologi secara terus menerus kemudian secara simultan mereka juga harus memutakhirkan materi pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Ketiga, ketersediaan infrastruktur dan bahan-bahan pelajaran yang dapat diakses. Bagi lembaga PTJJ maupun konvensional, menerapkan teknologi bukan merupakan persoalan sederhana seperti membalikkan telapak tangan. Lembaga dituntut untuk mereformasi diri, mengarahkan kembali visi dan misi agar sanggup memanfaatkan teknologi baru secara bijaksana. Selain itu, ada juga masalah-masalah teknis yang terjadi yang menyangkut sistem kerja infrastruktur dan fasilitas penunjang manakala tidak segera terdeteksi dan diatasi akan dapat berpengaruh terhadap peserta didik dalam melaksanakan kegiatan pembelajarannya.
Dari ketiga permasalahan yang dihadapi tersebut, jika melihat institusi-institusi pendidikan islam saat ini, penulis menganggap bahwa masih minim sekali infrastruktur yang mereka dimiliki. Bisa saja, secara institusional PTJJ mampu memberikan kontribusi yang positif dalam pengembangan pendidikan islam itu sendiri.  

D.    Kesimpulan
Sebenarnya, jika dilihat dari tujuan pembelajarannya, pendidikan terbuka dan jarak jauh akan memberikan peran yang kontributif dalam pengembangan pendidikan islam baik secara institutional maupun instructional.
Lepas dari pembicaraan antara peluang dan tantangannya dalam lingkup pendidikan islam, kajian tentang pendidikan terbuka/jarak jauh perlu diperdalam lagi. Karena orientasi pembelajaran PAI lebih ditekankan pada pembentukan sikap dan moral.
Selain itu, masih kurangnya infrastruktur yang dimiliki oleh lembaga pendidikan islam juga menjadi kendala tersendiri ketika akan menyelenggarakan PTJJ. Lebih jauh, internet terkadang tidak dapat dijangkau atau bahkan diakses oleh kelompok masyarakat tertentu sehingga PTJJ tidak dapat berjalan efektif seperti pada pendidikan konvensional. Oleh karena itu perlu ada upaya khususnya dari pemerintah untuk ‘memperkenalkan’ media ICT khususnya komputer dan jaringannya ke seluruh pelosok negeri agar kesempatan masyarakat untuk belajar sepanjang hayat semakin luas.

DAFTAR PUSTAKA
Belawati, T, Sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh: Suatu reformasi pola pikir”, Technical paper presented at the  Seminar Pendidikan Jarak Jauh Dalam Reformasi Pendidikan (Seminar on Distance Education in Educational Reform), Graduation I-1999 Universitas Terbuka. 1999.
Breadly, Jo. The Open Classroom Distance Learning in and out of the Classroom (London:Kogan Page,2003)
Koontz, Franklin et.al. Designing Effective Online Instruction, Oxford:Oxford University,2006.
Latchem, Collin and Insung Jung. Distance and Blended Learning in Asia (New York:Routledge, 2010)
Mulyana, Edy dkk, “Perkembangan dan Pemanfaatan TI dalam Penyelenggaraan PJJ” dalam Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. X, No. 18 (Juni 2006)
Munir, Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi , Bandung:Alfabeta, 2008.
Nugraheni, Endang. “Peranan Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh dalam Meningkatkan Daya Jangkau Pendidikan Tinggi di Asia Tenggara”, dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 10, No. 1 (Maret, 2009),
Prawiladilaga, Dewi S.  Mozaik Teknologi Pendidikan, Jakarta:Kencana,2004.
Siahaan, Sudirman, “Pemanfaatan Teknologi dalam PTJJ”,  Jurnal Teknologi Pendidikan Vol. IX, No. 16 (Juni, 2005)
UNESCO. “ Open and Distance Learning” (Paris:UNESCO, 2002)
Warsita, Bambang “Peranan TIK dalam Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh”,  Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. XI, No. 20 (April, 2007).



[1] Bambang Warsita, “Peranan TIK dalam Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh”,  Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. XI, No. 20 (April, 2007), 11

[2] Sudirman Siahaan, “Pemanfaatan Teknologi dalam PTJJ”,  Jurnal Teknologi Pendidikan Vol. IX, No. 16 (Juni, 2005), 24. Lihat juga dalam universitasterbuka.ac.id
[3] Lihat Jo Breadly, The Open Classroom Distance Learning in and out of the Classroom (London:Kogan Page,2003), 16. UNESCO, “ Open and Distance Learning” (Paris:UNESCO, 2002), 22. Collin Latchem and Insung Jung, Distance and Blended Learning in Asia (New York:Routledge, 2010), 25.  Dewi S Prawiladilaga, Mozaik Teknologi Pendidikan (Jakarta:Kencana,2004), 192-193. Franklin R Koontz et.al, Designing Effective Online Instruction (Oxford:Oxford University,2006), 15
[4] Jo Breadly, The Open Classroom Distance Learning in and out of the Classroom (London:Kogan Page,2003), 41
[5] Collin Latchem and Insung Jung, Distance and Blended Learning in Asia (New York:Routledge, 2010), 25-26
[6] Hal ini dikarenakan Brunei merupakan Negara kecil dimana semua penduduknya dapat diakomodasi dengan baik oleh pendidikan dengan system konvensional. Lihat Endang Nugraheni, “Peranan Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh dalam Meningkatkan Daya Jangkau Pendidikan Tinggi di Asia Tenggara”, dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 10, No. 1 (Maret, 2009), 4
[7] Ibid,. 5
[8] Belawati, T, Sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh: Suatu reformasi pola pikir”, Technical paper presented at the  Seminar Pendidikan Jarak Jauh Dalam Reformasi Pendidikan (Seminar on Distance Education in Educational Reform), Graduation I-1999 Universitas Terbuka. 1999, 8
[9] Siahaan, “Pemanfaatan Teknologi dalam PTJJ”, 26
[10] Munir, Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi  (Bandung:Alfabeta, 2008), 221
[11] Ibid, 217-218
[12]  Warsita, “Peranan TIK dalam PTJJ”, 24
[13] Komposisi program siaran TVRI pada tahun 2006 adalah: 47% berita dan informasi, 26% siaran agama, 13% siaran pendidikan, 10% film dan 4% film. Sedangkan khusus siaran pendidikan berdurasi 4.5 jam dari 20 jam siaran setiap hari
[14] Salah satu kelemahan penyelenggaraan sistem PTJJ adalah minimnya umpan balik yang dapat diperoleh peserta didik tentang proses dan hasil belajar yang telah mereka tempuh. Hal ini disebabkan interaksi langsung antara pengajar dan peserta didik relatif rendah. Peserta didik tidak dapat mengetahui hasil belajar yang telah mereka tempuh, kesalahan yang mereka lakukan, dan perbaikan yang perlu mereka lakukan dalam proses belajar. Kondisi ini akan berakibat terhadap kurangnya aspek penguatan (reinforcement) terhadap keberhasilan belajar mahasiswa, yang pada akhirnya akan berakibat terhadap rendahnya motivasi mereka untuk belajar.
[15] UNESCO, Open and Distance, 24
[16] Edy Mulyana dkk, “Perkembangan dan Pemanfaatan TI dalam Penyelenggaraan PJJ” dalam Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. X, No. 18 (Juni 2006), 126-127
[17] UNESCO, Open and Distance, 7-8
[18] Siahaan,“Pemanfaatan Teknologi..”, 40-41