Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh
(Peluang dan Tantangannya dalam Pengembangan Pendidikan Islam)
MAKALAH
Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah
“Teknologi Pendidikan”
Oleh:
Nur Lailatul
Fitri
F05411 140
Dosen Pengampu:
Dr. As’aril Muhajir, M.Ag
PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012
ABSTRAK
Pendidikan
Terbuka/Jarak Jauh diselenggarakan (PTJJ) karena adanya factor geografis,
dimana para peserta didik tida mampu untuk menjangkau tempat pendidikan yang
ingin dituju. Pada awalnya PTJJ diselenggarakan hanya terbatas pada kalangan
dewasa saja, namun dalam perkembangannya PTJJ juga diselenggarakan bagi peserta
didik usia sekolah. Tidak hanya varian peserta didiknya saja yang berubah,
penggunaan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) pun berubah sesuai perkembangan
zaman. Dilihat dari sisi positifnya, PTJJ akan mampu memberikan kemudahan-kemudahan
baik peserta didik maupun bagi pendidiknya, karena akan lebih efektif dan efisien.
Makalah ini membahas tentang system pembelajaran terbuka/jarak jauh serta
peluang dan tantangannya dalam dunia pendidikan islam.
A. Pendahuluan
Perluasan kesempatan memperoleh pendidikan merupakan suatu perbincangan
yang tak ada habisnya untuk dibahas. Diantaranya dengan cara mengubah paradigma
dari pendidikan tradisional dengan mengandalkan tatap muka sekarang berubah
menjadi pendidikan terbuka/jarak jauh yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Pendidikan terbuka dan jarak jauh memungkinkan perluasan kesempatan
belajar yang bermutu bagi seluruh penduduk Indonesia dan bagi peserta didik
yang ingin melanjutkan pendidikannya namun terhalang oleh usia dan waktu. Sistem
pendidikan ini memanfaatkan kecanggihan ICT dalam proses pembelajarannya.
Tak bisa dipungkiri, kecanggihan ICT (Information Communication and
Technology) telah memungkinkan terjadinya pertukaran informasi dengan cepat
dan tepat tanpa terhambat oleh batas ruang dan waktu. ICT dapat menjadikan
dunia maya menjadi nyata dihadapan kita. Segala kemudahan pun bisa diperoleh
melalui ICT. Maka, tidak heran jika dunia pendidikan memanfaatkan kecanggihan
ICT ini. Tak terkecuali institusi pendidikan Islam.
Ada beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi pendidikan terbuka dan
jarak jauh di Indonesia, yaitu: 1) perkembangan ICT, 2) tantangan globalisasi,
3) faktor geografis, 4) pertumbuhan dan persebaran penduduk dan, 5) kebutuhan
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.[1]
Pemanfaatan ICT dalam PTJJ diharapkan mampu memberikan segala kemudahan
dalam proses pembelajarannya. Institusi-institusi pendidikan islam dapat
memanfaatkan model pembelajaran terbuka/jarak jauh sebagai sebuah model yang
sangat kontributif terhadap kegiatan belajar mengajar , baik untuk bidang studi
pendidikan agama islam sendiri maupun bidang studi yang lain, dimana para
peserta didik bisa mengakses kajian-kajian keislaman dengan mudah melalui
modul-modul yang diberikan.
Permasalahannya sekarang, lembaga-lembaga pendidikan yang berada dibawah
naungan Depag tidak mengizinkan adanya pendidikan terbuka dan jarak jauh.
Menurut asumsi penulis, hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran terjadi
perbedaan persepsi dalam memahami ilmu-ilmu agama, karena mengingat antara
pendidik dan peserta didik tidak berada dalam satu lokasi. Selain itu, PTJJ
juga mensyaratkan pelakunya baik institusi maupun peserta didiknya untuk memiliki
infrastruktur yang dibutuhkan, sehingga persiapan dan perencanaan program
dengan perangkatnya memerlukan waktu dan biaya cukup banyak. Akibatnya PTJJ
hanya terkesan untuk peserta didik dari kalangan menengah keatas saja yang bisa
menikmati kesempatan belajar jarak jauh ini.
Jika ditelusuri secara mendalam, lepas dari boleh atau tidaknya,
pemberlakuan PTJJ sebenarnya terdapat nilai positif. Dalam konteks pendidikan
islam nilai positif tersebut berkaitan dengan aspek institutional atau
kelembagaan. Namun, dalam kontek instruksional (pembelajaran)
kemungkinan-kemungkinan adanya nilai positif perlu dikaji lebih lanjut meskipun
bisa jadi, juga terdapat akibat-akibat negatif dari penggunaan PTJJ dalam
kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan islam.
Lalu, bagaimanakah sebenarnya konsep pendidikan terbuka dan jarak jauh?
Bagaimanakah peluang dan tantangannya bagi pengembangan pendidikan Islam?
Makalah ini akan membahas tentang konsep pendidikan terbuka/jarak jauh serta
sisi positif dan negatifnya dalam pengembangan pendidikan Islam.
B. Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh
a. Pengertian Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh (Open and Distance Learning)
Salah satu upaya untuk memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat
yang mengalami kendala tertentu seperti keadaan geografis, ekonomi, sosial,
maupun keterbatasan waktu adalah melalui Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun
2003 yang mengungkapkan bahwa fungsi pendidikan jarak jauh adalah memberikan
layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti
pendidikan secara tatap muka atau register.
Ada beberapa pengertian tentang open
learning/education dan distance learning/education. Siahaan
mengatakan bahwa open learning adalah sistem pendidikan yang tidak
mensyaratkan adanya pembatasan usia, pengalaman pendidikan sebelumnya, masa
belajar dll.[2] Sedangkan menurut Preeton dan Creed dalam
Braedly, Daniel, Jung, Prawiladilaga serta Franklin, mereka memiliki perspektif
yang sama tentang distance learning/education, yakni suatu bentuk penyelenggaraan
pendidikan dimana antara guru dan murid tidak bertatap muka seperti pendidikan
konvensional, melainkan dipisahkan oleh jarak dan waktu.[3]
Dari uraian tersebut, jelas terdapat
perbedaan antara pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh. Namun, dalam
perkembangannya, istilah pendidikan terbuka dan jarak jauh sering disejajarkan
artinya. Misalnya dalam berbagai jurnal dan buku istilah pendidikan terbuka dan
jarak jauh sering disingkat dengan PTJJ atau ODL (Open and Distance Learning).
Open and distance learning atau pendidikan terbuka dan jarak jauh, telah lama
didengungkan bahkan telah diterapkan dibeberapa Negara didunia. Di Afrika, open
education dimulai dari sekolah-sekolah lanjutan dengan menggunakan sistem
koresponden.[4]
Sementara di India open schooling pendidikan terbuka telah bekerjasama
dengan lebih dari 2.000 baik institusi pendidikan maupun non-pendidikan. Open
schooling di India ini dilakukan melalui pendidikan jarak jauh, penggunaan
modul, audiovisual, online, TV, radio dan sesekali melakukan pengajaran dengan
tatap muka, seperti di Kuwait, Nepal, Oman dan Uni Emirat Arab. Meskipun
menggunakan kata “open”, NIOS (National Institute of Open Schooling)
di India ini hanya menerima peserta didik dari lulusan sekolah menengah yang
ingin melanjutkan ke tingkat berikutnya atau melakukan mutasi dari satu sekolah
ke sekolah yang lain. Lebih jauh, open schooling di India diterapkan
karena banyak peserta didik yang tidak
dapat menjangkau sekolah sebab kondisi geografis.[5] Di
Asia Tenggara, hamper semua Negara ASEAN memiliki institusi dan menjalankan
program PTJJ, kecuali Brunei.[6]
Thailand telah membuka institusi PTJJ sejak tahun 1978, begitu juga dengan
Singapore, didirikan SIM University (UniSIM) yang memberikan kesempatan
pendidikan bagi orang dewasa yang telah bekerja. Tak mau kalah, Malaysia juga
memanfaatkan PTJJ dalam pendidikan warganya sendiri maupun bagi warga asing
yang ingin melanjutkan kuliah di negaranya.[7]
Sedangkan di Indonesia, open schooling
di SMP diatur oleh Dirjen Pendidikan, dimana kurikulum dan pembelajarannya
disamakan dengan kelas konvensional. Walaupun
konsep pendidikan terbuka telah didengungkan dan dimasyarakatkan, belum ada
penyelenggaraan PJJ yang seratus persen terbuka. Pada prakteknya, kebanyakan
institusi yang menawarkan program PJJ masih tetap memberlakukan aturan yang
mengurangi keterbukaan, terutama apabila institusi tersebut memberikan
akreditasi bagi lulusannya. Sistem PJJ ini dapat ditingkatkan keterbukaannya
dengan merancang sistem pembelajaran secara lebih fleksibel, seperti misalnya
melalui: tiga cara berikut ini.[8]
1.
Open
entry – open exit system: artinya
setiap individu boleh memulai dan menyelesaikan proses pendidikannya kapan saja
sesuai dengan kondisi masing-masing.
2.
No
selection criteria: artinya setiap
orang yang mendaftar akan diterima sepanjang
mempunyai kualifikasi dasar minimal yang dapat menunjang proses pendidikan yang
diikutinya. Misalnya, tidak ada batas usia, tidak ada batas tahun ijazah
terakhir.
3.
Open
Registration System: artinya
setiap individu boleh melakukan registrasi secara terbuka, apakah untuk suatu
program penuh (seperti program sertifikat, diploma, ataupun sarjana) atau untuk
mata kuliah tertentu saja. Sistem registrasi terbuka ini juga
harus memungkinkan mahasiswa menabung kredit matakuliahnya sehingga jika mau
suatu waktu dapat diakumulasikan untuk suatu program utuh.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk
menjelaskan pendidikan terbuka/jarak jauh, diantaranya pendidikan korespondensi
(correspondence course), belajar mandiri (independent learning),
kampus maya (virtual campus), belajar melalui internet (internet
based learning), online learning dan e-learning.
Dalam perkembangannya, PTJJ telah mengalami
berbagai perubahan dalam media pembelajarannya. Kegiatan melalui korespondensi
merupakan model awal PTJJ, yang memanfaatkan jasa layanan pos sebagai pola
interaksinya. Dan pada beberapa tahun belakangan PTJJ telah memanfaatkan
teknologi berbasis internet dalam system pembelajarannya.
Sebagai suatu konsep, PTJJ memiliki
beberapa karakteristik, diantaranya:
a. Peserta didik dan pendidik terpisah oleh jarak dan waktu.
b. Materi/bahan pembelajaran dirancang secara professional dan disajikan
melalui berbagai media.
c. Ada lembaga yang merancang, mengembangkan, mengimplementasikan dan
mengevaluasi hasil-hasil yang dicapai.
d. Adanya komunikasi, interaksi antara peserta didik dan guru. Meskipun
keduanya terpisah oleh jarak, akan tetapi interaksi antara peserta didik dan
guru tetap diperlukan, misalnya melalui surat, facsimile, telepon, internet
atau teleconference.[9]
Porter mendeskripsikan perbedaan antara
pendidikan terbuka/jarak jauh dengan pendidikan konvensional sebagai berikut:
Teachers/Facilitators
|
Online
|
On-site
|
·
Professionals in other fields (not professional educators).
·
Vendors/corporation
·
Automation
|
·
Visiting professionals from another fields or within education
·
-
·
-
|
|
Delivery
(Communication/Presentation) Technologies
|
·
Teleconference
·
Chat
|
·
Whiteboard
·
Non computerized technologies, overheads, handouts etc
·
Face to face lecture or discussion
|
Human
touch in delivery/presentation
|
·
Teacher (e.g, chat, email, teleconference)
|
·
Teacher (e.g, face to face interaction, chat, email)
|
Type of
communication
|
Mostly
asynchronous
|
Mostly
synchronous
|
Type of
classroom
|
·
Web site
·
Other web site/internet links
·
Field trips at individual’s discretion
|
·
Campus classroom, lab etc.
·
We site
·
Internet links
·
Field trips
|
Time
commitments for students
|
Time intensive—individual work, plus electronic response time
|
Increase with more online requirements—may or may not be as time
intensive outside of face to face calss sessions
|
Time
commitment for teachers/developers
|
·
Time intensive to respond electronically to email, grade assignments,
post feedback etc.
·
Less face to face interaction
|
·
Less electronic response time
·
More face to face interaction
|
Source: Porter: 2004:19
Jika kita amati lebih jauh, akan terdapat
beberapa komponen dalam pendidikan terbuka/jarak jauh, diantaranya:
a. Peserta didik. Tujuan peserta didik mengikuti program pendidikan terbuka/jarak
jauh antara lain ingin mendapatkan ijazah, mengisi waktu, hiburan atau tertarik
dengan programnya.
b. Materi Pembelajaran. Materi pembelajaran dirancang khusus untuk
keperluan system pembelajaran system jarak jauh sesuai kebutuhan peserta didik.
Materi pembelajaran disusun sedemikian rupa agar mudah dipelajari tanpa perlu
banyak mengharapkan bantuan orang lain.
c. Pembimbing, Tutor/fasilitator. Tugas pembimbing, tutor dan fasilitator
adalah memberikan bantuan kepada peserta didik seaktu-waktu secara berkala
ketika peserta didik menghadapi kesulitan dalam mengerjakan tugas, latihan
maupun soal. Bantuan yang diberikan berupa bimbingan untuk memahami
materi-materi yang diberikan agar peserta didik bisa mencapai hasil yang
optimal.
d. Tempat belajar. Berbeda dengan kelas konvensional yang wajib datang ke
sekolah setiap hari, peserta didik PTJJ dapat belajar dimana saja dan kapan
saja. Tempat untuk pertemuan dengan pembimbing pun bisa diatur dengan memilih
tempat yang nyaman untuk belajar.
e. System Evaluasi. Untuk menentukan apakah peserta didik telah menguasai
materi atau belum, mereka harus mengajukan diri kepada pembimbing untuk diuji.
Selain itu mereka juga bisa melakukan tes secara mandiri (self
test/evaluation), yakni mengerjakan soal sendiri tanpa pengawasan.[10]
bB. Sistem Pembelajaran Terbuka dan Jarak Jauh
Pembelajaran jarak jauh disebut
pembelajaran sistem terbuka, karena memberikan kesempatan kepada siapapun untuk
belajar. Disamping itu peraturan yang diberlakukan pun tidak seketat dengan
yang ada dikelas konvensional. Namun, meskipun demikian, penyelenggara PTJJ
harus mempunyai prinsip-prinsip tentang sistem PTJJ, diantaranya:
a. Tujuan yang jelas. Perumusan tujuan harus jelas, spesifik, terukur dan
teramati untuk mengubah perilaku peserta didik.
b. Relevan dengan kebutuhan. Artinya program PTJJ harus sesuai dengan
kebutuhan peserta didik, masyarakat, dunia kerja atau lembaga pendidikan.
c. Mutu pendidikan. Pengembangan program PTJJ merupakan upaya meningkatkan
mutu pendidikan yang ditandai dengan proses pembelajaran yang lebih aktif atau
mutu lulusan yang lebih produktif.
d. Pemerataan. Hal ini berkaitan
dengan perluasan kesempatan belajar untuk siapa saja.
e. Kemandirian. Kemandirian baik dalam pengelolaan, pembiayaan, maupun
dalam kegiatan belajar.
f. Berkesinambungan. Penyelenggaraan PTJJ tidak bersifat incidental dan
sementara, tetapi dikembangkan secara berkelanjut dan terus menerus.[11]
Pendayagunaan ICT dalam program PTJJ
merupakan salah satu sarana/prasarana yang penting guna lebih memperlancar
system komunikasi informasi. Peran ICT beserta infrastrukturnya dalam PTJJ
adalah untuk menyajikan materi pembelajaran dan menyediakan sarana komunikasi
atau interaksi antara peserta didik dengan guru.[12]
ICT yang digunakan dalam PTJJ antara lain:
a. Media cetak. Media cetak merupakan teknologi pertama yang digunakan
dalam PTJJ. Media cetak dapat berupa modul, buku materi pokok, buku kerja,
panduan belajar, pamflet, brosur, peta, dan chart. Umumnya media cetak
dimanfaatkan sebagai media utama dalam pembelajaran.
b. Radio. Radio dikenal sebagai media yang sangat memasyarakat karena
harganya memiliki nilai ekonomis serta memiliki daya jangkau keseluruh pelosok
negeri. Dalam PTJJ radio juga digunakan untuk menyampaikan materi ajar. Media
radio lebih tepat digunakan untuk menyampaikan materi yang bersifat umum,
auditif dan konkrit agar mudah dipahami oleh peserta didik, mengingat durasi
dalam penyampaian materi hanya sekitar 20 menit. Namun tidak dapat dielakkan
juga bahwa radio bersifat transistory, artinya materi ajar yang
disampaikan cepat berlalu dan mudah dilupakan.
c. Televisi. Televisi dikenal
sebagai media yang sangat kaya yang mampu menyajikan gambar dan suara secara
bersamaan. Di Indonesia TVRI merupakan televisi nasional yang bertanggung jawab
untuk mencerdaskan bangsa selain untuk memberikan informasi, pendidikan dan
hiburan.[13]
Pemanfaatan televisi dalam PTJJ tidak hanya didasarkan pada kemampuannya
menyajikan informasi audio visual secara bersamaan, tetapi juga karena
kemampuannya untuk menjangkau pemirsa dalam jangkauan geografis yang relative
luas. Akan tetapi, pemanfaatan TV belum besar peranannya dalam PTJJ di
Indonesia, sebab TV bersifat pasif (tidak ada proses interaksinya), hanya
sekali tayang dan memerlukan biaya yang tinggi.
d. Media kaset, audio, video, CD, VCD. Melalui materi yang dikemas dalam
media rekaman ini, memungkinkan siswa untuk memanfaatkannya sesuai ketersediaan
waktunya.
e. Komputer dan Jaringan Internet. Keterpisahan antara peserta didik dan
guru dalam proses pembelajaran bisa dijembatani oleh komputer dan jaringan
internet.[14]
Pada pembelajaran computer dalam jaringan, interaksi antara peserta didik
dengan guru lebih banyak alternatifnya.
Ada dua model dalam PTJJ, yakni single
mode dan dual mode. [15]
Single mode adalah suatu lembaga yang hanya melayani peserta didik
melalui jarak jauh saja sehingga staf akademik tidak mengalami konflik
loyalitas terhadap peserta didik konvensional dan peserta didik jarak jauh.
Model ini dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa pendekatan universitas
konvensional dalam menerapkan PTJJ tidak memadai. Pengembangan materi,
implementasi serta evaluasi sepenuhnya disesuaikan dengan peserta didik jarak
jauh. Universitas Terbuka (UT) adalah Universitas yang mengikuti single mode.
Sementara dalam dual mode terdapat siswa yang belajar secara
konvensioanl (tatap muka) dan siswa yang belajar dengan system jarak jauh.
Secara teoritis dua kelompok siswa ini memiliki pelayanan yang sama dari
lembaga, padahal kenyataannya mahasiswa konvensional memiliki akses yang lebih
mudah dan banyak ke berbagai sumber belajar dikampus.
C. Peluang dan Tantangannya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam
Secara filosofis, pendidikan merupakan hak
setiap anggota masyarakat. Karena itu, pemerintah mempunyai kewajiban untuk
menyelenggarakan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Proses
pendidikan tersebut tidak terbatas pada satu kalangan masyarakat saja, tetapi
harus merata keseluruh pelosok Indonesia, baik kesempatan maupun kualitasnya.
Berdasarkan hasil riset Mulyana, pendidikan
yang saat ini relative bersifat konvensional (tatap muka) menghadapi banyak
keterbatasan dan sudah tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan pendidikan
masyarakat yang tersebar luas dan semakin kompleks. Dengan semakin pesatnya
ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi ini, semakin banyak pula
kemudahan-kemudahan yang bisa diakses melalui komputerisasi. Hal ini
memungkinkan dunia pendidikan islam untuk memanfaatkannya dalam proses belajar
mengajar (khususnya pada program PTJJ) sehingga target yang diharapkan dapat
tercapai secara efektif.[16]
Secara eksplisit Mulyana menjelaskan bahwa diselenggarakannya PTJJ adalah upaya
untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pendidikan
konvensional.
Dalam dunia pendidikan Islam, jika
ditelusuri secara mendalam PTJJ juga dapat memberikan sumbangsih yang positif
dalam aspek institusional. Sebagai contoh, misalnya dalam penerimaan siswa
baru. Calon siswa yang berada di luar jawa atau berada ditempat yang jauh tidak
perlu datang langsung ke institusi yang akan dituju, hal tersebut bisa
dilakukan dengan memanfaatkan internet. Selain itu, PTJJ juga bersifat efisien,
dimana dalam proses belajar mengajar tidak harus memerlukan bangunan, para
peserta didik pun tidak memerlukan banyak biaya untuk membeli buku-buku
penunjang yang dibutuhkan. Begitu juga dengan para tutor, mereka tidak perlu
mengeluarkan banyak biaya untuk transportasi atau biaya akomodasi lainnya.
Akan tetapi dari sisi instruksionalnya
(pembelajaran), seperti yang telah penulis ungkapkan sebelumnya, dalam aspek
ini perlu dikaji lebih mendalam lagi tentang nilai positifnya. Sebab,
pendidikan agama islam orientasinya tidak hanya pada aspek kognitif saja tetapi
juga bertujuan untuk pembentukan sikap atau moral.
Pendidikan terbuka/jarak jauh lebih
ditekankan pada proses belajar secara mandiri, namun jika diterapkan dalam
pembelajaran PAI, pembentukan sikap yang diharapkan tidak bisa tampak dalam
kehidupan sehari-harinya. Sebab pendidik tidak dapat melihat pola perkembangan
peserta didiknya. Oleh karena itu, tidak salah jika studi mendalam tentang
pendidikan terbuka/jarak jauh perlu dikaji lagi, khususnya bagi pengembangan
pendidikan islam baik secara institusional maupun instruksional..
Sebenarnya, PTJJ merupakan salah satu
perwujudan demokratisasi pendidikan, yang meliputi pemberian kesempatan luas
kepada setiap individu untuk menempuh pendidikan tanpa ada pembatasan syarat
masuk, jarak, waktu serta hambatan social budaya. PTJJ memberikan peluang
kepada peserta didiknya untuk belajar secara aktif dan belajar sesuai dengan kecepatan
serta kemampuan mereka masing-masing.
Perkembangan ICT telah memusatkan perhatian
pemerintah untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Sementara dalam
dua decade terakhir, pertumbuhan pendidikan semakin besar. Banyak Negara,
termasuk Indonesia berusaha untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anak-anak
usia sekolah, dan disisi yang sama mereka juga disibukkan oleh banyaknya
permintaan pendidikan untuk para orang tua. Oleh karena itu, dengan
perkembangan ICT ini dunia pendidikan mempunyai kesempatan untuk mendesain
model pendidikannya, yaitu dengan mengembangkan model pendidikan terbuka/jarak
jauh. ICT dapat membuka cakrawala baru untuk kemajuan dan pertukaran
kreativitas serta dialog antar budaya. Bagi peserta didik, PTJJ dapat
meningkatkan akses dan fleksibilitas dalam pembelajaran. Sementara, bagi para
pekerja yang memiliki keterbatasan waktu bisa tetap melanjutkan pendidikan
untuk meningkatkan kemampuan serta ketrampilannya. Dan bagi pemerintah, PTJJ
dapat menarik kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan untuk menjangkau
pendidikan konvensional. Selain itu, melalui PTJJ pemerintah mempunyai peluang
untuk mempromosikan inovasi dan kesempatan untuk belajar sepanjang hayat.[17]
Tak dapat dipungkiri, komputerisasi pada
program PTJJ bukan saja menjadi suatu kebutuhan, akan tetapi sekaligus
merupakan suatu keharusan, baik dalam administrasi maupun dalam edukasi. Daya
dukung yang diberikan pemerintah terhadap program PTJJ telah disediakan, di
Indonesia telah banyak dibuat software pendidikan oleh pakar komputer,
misalnya: computer assisted instruction
(CAI), yang umumnya software ini sangat baik untuk keperluan remedial, intelligent
computer assited instructional (ICAL),
dapat digunakan untuk material atau konsep, Computer assisted training (CAT), computer
assisted design (CAD), computer
assisted media (CAM), dan lain-lain.
Namun, meskipun demikian hebatnya
kecanggihan ICT, permasalahan yang ditimbulkan pun cukup serius. Kesenjangan
digital menyebabkan situasi yang berlawanan antara masyarakat perkotaan yang
dapat dengan sangat mudah mengakses kebutuhan mereka melalui ICT dengan
masyarakat pedalaman atau kelompok masyarakat buta huruf yang tidak memiliki
akses ke alat-alat yang akan menjadikan mereka manusia yang berpengetahuan. Tidak
semua kalangan dapat mengikuti program PTJJ ini karena berbagai kendala.
Menurut Siahaan, ada tiga kendala yang dihadapi oleh PTJJ, yaitu peserta didik,
guru/tutor PTJJ, serta pemanfaatan teknologi dalam penyelenggaraan PTJJ.[18]
Secara keseluruhan kendala-kendala tersebut akan dideskripsikan sebagai
berikut:
Pertama, dari segi peserta didik PTJJ. Peserta
didik yang secara geografis terpencar-pencar daerahnya menyebabkan mereka sulit
untuk berinteraksi dan berkomunikasi langsung dengan pengajar. Hal ini juga
dapat menimbulkan perasaan kesendirian di kalangan peserta didik. Selain itu,
jarak juga dapat menimbulkan perbedaan penafsiran materi pembelajaran yang
disampaikan oleh guru dan pengertian yang ditangkap oleh peserta didik.
Kedua, dari segi pendidik atau instruktur. Tidak
dapat dipungkiri bahwa pemanfaatan teknologi dalam pengajaran sedikit banyak
‘merepotkan’ para guru yang belum terbiasa dengan penggunaan teknologi, sebab
mereka harus menjalani pelatihan khusus serta biaya yang dikeluarkan juga tidak
sedikit. Para guru atau instruktur sering kali merasa enggan jika dituntut
harus menggunakan teknologi disetiap pengajarannya, hal ini disebabkan karena
mereka tidak mau dibuat repot oleh tuntutan yang mengharuskan para guru untuk
memutakhirkan pengetahuan teknologi secara terus menerus kemudian secara
simultan mereka juga harus memutakhirkan materi pelajaran yang menjadi tanggung
jawabnya.
Ketiga, ketersediaan infrastruktur dan bahan-bahan
pelajaran yang dapat diakses. Bagi lembaga PTJJ maupun konvensional, menerapkan
teknologi bukan merupakan persoalan sederhana seperti membalikkan telapak
tangan. Lembaga dituntut untuk mereformasi diri, mengarahkan kembali visi dan
misi agar sanggup memanfaatkan teknologi baru secara bijaksana. Selain itu, ada
juga masalah-masalah teknis yang terjadi yang menyangkut sistem kerja
infrastruktur dan fasilitas penunjang manakala tidak segera terdeteksi dan
diatasi akan dapat berpengaruh terhadap peserta didik dalam melaksanakan
kegiatan pembelajarannya.
Dari ketiga permasalahan yang dihadapi
tersebut, jika melihat institusi-institusi pendidikan islam saat ini, penulis
menganggap bahwa masih minim sekali infrastruktur yang mereka dimiliki. Bisa
saja, secara institusional PTJJ mampu memberikan kontribusi yang positif dalam pengembangan
pendidikan islam itu sendiri.
D. Kesimpulan
Sebenarnya, jika dilihat dari tujuan
pembelajarannya, pendidikan terbuka dan jarak jauh akan memberikan peran yang
kontributif dalam pengembangan pendidikan islam baik secara institutional maupun
instructional.
Lepas dari pembicaraan antara peluang dan
tantangannya dalam lingkup pendidikan islam, kajian tentang pendidikan
terbuka/jarak jauh perlu diperdalam lagi. Karena orientasi pembelajaran PAI
lebih ditekankan pada pembentukan sikap dan moral.
Selain itu, masih kurangnya infrastruktur
yang dimiliki oleh lembaga pendidikan islam juga menjadi kendala tersendiri
ketika akan menyelenggarakan PTJJ. Lebih jauh, internet terkadang tidak dapat
dijangkau atau bahkan diakses oleh kelompok masyarakat tertentu sehingga PTJJ
tidak dapat berjalan efektif seperti pada pendidikan konvensional. Oleh karena
itu perlu ada upaya khususnya dari pemerintah untuk ‘memperkenalkan’ media ICT
khususnya komputer dan jaringannya ke seluruh pelosok negeri agar kesempatan
masyarakat untuk belajar sepanjang hayat semakin luas.
DAFTAR PUSTAKA
Belawati, T, “Sistem
pendidikan terbuka dan jarak jauh: Suatu reformasi pola pikir”, Technical
paper presented at the
Seminar Pendidikan Jarak Jauh Dalam Reformasi Pendidikan (Seminar
on Distance Education in Educational Reform), Graduation I-1999 Universitas
Terbuka. 1999.
Breadly, Jo. The Open Classroom Distance
Learning in and out of the Classroom (London:Kogan Page,2003)
Koontz, Franklin et.al. Designing
Effective Online Instruction, Oxford:Oxford University,2006.
Latchem, Collin and Insung Jung. Distance
and Blended Learning in Asia (New York:Routledge, 2010)
Mulyana, Edy dkk, “Perkembangan dan
Pemanfaatan TI dalam Penyelenggaraan PJJ” dalam Jurnal Teknologi Pendidikan,
Vol. X, No. 18 (Juni 2006)
Munir, Kurikulum Berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi , Bandung:Alfabeta, 2008.
Nugraheni, Endang. “Peranan Pendidikan
Terbuka dan Jarak Jauh dalam Meningkatkan Daya Jangkau Pendidikan Tinggi di
Asia Tenggara”, dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 10,
No. 1 (Maret, 2009),
Prawiladilaga, Dewi S. Mozaik Teknologi Pendidikan,
Jakarta:Kencana,2004.
Siahaan, Sudirman, “Pemanfaatan Teknologi
dalam PTJJ”, Jurnal Teknologi
Pendidikan Vol. IX, No. 16 (Juni, 2005)
UNESCO. “ Open and Distance Learning” (Paris:UNESCO,
2002)
Warsita, Bambang “Peranan TIK dalam
Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh”, Jurnal
Teknologi Pendidikan, Vol. XI, No. 20 (April, 2007).
[1]
Bambang Warsita, “Peranan TIK dalam Pendidikan Terbuka
dan Jarak Jauh”, Jurnal Teknologi
Pendidikan, Vol. XI, No. 20 (April, 2007), 11
[2]
Sudirman Siahaan, “Pemanfaatan Teknologi dalam
PTJJ”, Jurnal Teknologi Pendidikan
Vol. IX, No. 16 (Juni, 2005), 24. Lihat juga dalam universitasterbuka.ac.id
[3] Lihat Jo Breadly, The Open Classroom Distance
Learning in and out of the Classroom (London:Kogan Page,2003), 16. UNESCO, “
Open and Distance Learning” (Paris:UNESCO, 2002), 22. Collin Latchem and Insung
Jung, Distance and Blended Learning in Asia (New York:Routledge, 2010),
25. Dewi S Prawiladilaga, Mozaik
Teknologi Pendidikan (Jakarta:Kencana,2004), 192-193. Franklin R Koontz
et.al, Designing Effective Online Instruction (Oxford:Oxford
University,2006), 15
[4]
Jo Breadly, The Open Classroom Distance Learning in
and out of the Classroom (London:Kogan Page,2003), 41
[5]
Collin Latchem and Insung Jung, Distance and
Blended Learning in Asia (New York:Routledge, 2010), 25-26
[6]
Hal ini dikarenakan Brunei merupakan Negara kecil
dimana semua penduduknya dapat diakomodasi dengan baik oleh pendidikan dengan
system konvensional. Lihat Endang Nugraheni, “Peranan Pendidikan Terbuka dan
Jarak Jauh dalam Meningkatkan Daya Jangkau Pendidikan Tinggi di Asia Tenggara”,
dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 10, No. 1 (Maret,
2009), 4
[7]
Ibid,. 5
[8]
Belawati, T, “Sistem
pendidikan terbuka dan jarak jauh: Suatu reformasi pola pikir”, Technical
paper presented at the
Seminar Pendidikan Jarak Jauh Dalam Reformasi Pendidikan (Seminar
on Distance Education in Educational Reform), Graduation I-1999 Universitas
Terbuka. 1999, 8
[13] Komposisi program siaran TVRI pada tahun 2006 adalah:
47% berita dan informasi, 26% siaran agama, 13% siaran pendidikan, 10% film dan
4% film. Sedangkan khusus siaran pendidikan berdurasi 4.5 jam dari 20 jam
siaran setiap hari
[14] Salah
satu kelemahan penyelenggaraan sistem PTJJ adalah minimnya umpan balik yang dapat diperoleh peserta didik tentang proses dan hasil belajar
yang telah mereka tempuh. Hal ini
disebabkan interaksi langsung antara pengajar dan peserta didik relatif rendah. Peserta didik
tidak dapat mengetahui hasil belajar
yang telah mereka tempuh, kesalahan yang mereka lakukan, dan perbaikan yang perlu mereka lakukan dalam proses belajar. Kondisi ini akan berakibat
terhadap kurangnya aspek penguatan (reinforcement) terhadap keberhasilan
belajar mahasiswa, yang pada akhirnya akan berakibat terhadap rendahnya
motivasi mereka untuk belajar.
[16] Edy Mulyana dkk, “Perkembangan dan Pemanfaatan TI
dalam Penyelenggaraan PJJ” dalam Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. X,
No. 18 (Juni 2006), 126-127